Monday, March 8, 2010

Seratus Hari (Belum) Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Kabinet Indonesia Bersatu jilid dua telah melewati masa 100 hari kepemimpinan. Meski tak pernah ada dalam hukum mana pun di Indonesia, momentum 100 hari dijadikan barometer awal untuk mengukur sejauh mana kesuksesan kabinet yang belum lama dilantik pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono ini.

Sejumlah kebijakan telah dicanangkan pada minggu pertama November 2009. Khusus untuk kebijakan pendidikan, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh mencanangkan delapan program kerja. Program kerja tersebut antara lain adalah penyediaan internet secara massal di sekolah, penguatan kemampuan kepala dan pengawas sekolah, pemberian beasiswa perguruan tinggi negeri (PTN) untuk siswa SMA/SMK/MA kurang mampu, penyusunan kebijakan khusus bagi para guru yang bertugas di daerah terdepan dan terpencil, penyusunan dan penyempurnaan Rencana Strategis (Renstra) 2010-2014, pengembangan budaya dan karakter bangsa, pengembangan metodologi belajar-mengajar, serta membuat roadmap sinergisitas lembaga pendidikan (Depdiknas-Depag) dengan para pengguna lulusan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan. Harapan awal, program-program ini akan menjadi pijakan pertama untuk menuju kebijakan pendidikan selanjutnya. Lantas yang menjadi pertanyaan kemudian adalah sejauh mana kesuksesan program-program tersebut setelah melewati masa 100 hari?

Menilik kedelapan program satu-persatu, tampak bahwa tiga program pertama adalah kebijakan lama dengan wajah baru. Penyediaan internet secara massal di sekolah, penguatan kemampuan kepala dan pengawas sekolah serta pemberian beasiswa perguruan tinggi negeri (PTN) untuk siswa SMA/SMK/MA kurang mampu merupakan program kerja yang pernah dicanangkan kabinet sebelumnya. Sedang lima program lainnya masih menunggu kejelasan capaiannya, untuk tidak mengatakan belum berhasil.

Program penyediaan internet secara massal di 17.000 sekolah sebetulnya adalah program yang terkesan dipaksakan. Program yang mengeluarkan dana besar ini tak hanya membutuhkan sarana pendukung seperti komputer, tapi juga membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan penggunaan teknologi.

Bukan rahasia lagi bila faktanya masih banyak guru di daerah yang bahkan tak menguasai keahlian komputer. Apa jadinya bila internet dipasang sementara penggunanya bingung untuk menggerakkan mouse? Untuk program yang satu ini, harapannya adalah program ini tidak menjadi mubazir dengan menyaksikan komputer dan internet hanya menjadi barang pajangan di sekolah. Kebijakan itu perlu diimbangi pelatihan bagi guru-guru.

Apapun kebijakannya, implementasi memang selalu jauh panggang dari api. Pada intinya, kedelapan program ini belum menjawab persoalan sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Masa 100 hari kepemimpinan justeru diramaikan oleh mencuatnya kasus-kasus besar seperti Pansus hak angket aliran dana Bank Century dan konflik polisi vs KPK. Fokus pemerintah menjadi terpecah antara melaksanakan program seratus hari dengan menangani kasus-kasus yang terjadi.

Seratus hari memang terhitung waktu yang singkat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun seratus hari juga bisa menunjukkan sejauh mana keseriusan dan niat pemerintah menyelesaikan persoalan bangsa.

Demangan, 13 Februari 2010