Friday, October 12, 2012

Pengemis-pengemis Jembatan Salemba UI

Hampir di setiap sudut jalanan Jakarta ada pengemis. Itu pasti. Kali ini saya memotret pengemis di jembatan Salemba UI pada sisi sebelah timur. Ada dua pengemis di sana, di tangga dan di pelataran tangga. 

Pengemis yang berada di pelataran tangga ini tampak seperti bertangan buntung. Tapi sepertinya tidak, sebelah tangannya ia masukan ke dalam baju. Ia memakai topi hingga menutupi sebagian besar mukanya. 

Pada foto ini, ia tampak sedikit tegak. Orang yang mengenalnya bisa jadi tahu siapa ia. Tak mudah saya memperoleh foto ini. Ketika saya foto, ia selalu berusaha menunduk. Barangkali agar wajahnya tak dikenali. Ah, peduli apa, saya pun tak kenal dia.

Saya memang tak begitu suka pengemis. Tapi barangkali ia tak punya pilihan atau apapun maka menjadi pengemis. 








Entah mengapa pengemis tua ini bertelanjang dada. Kondisinya lebih memprihatinkan ketimbang pengemis gadungan di atas. Apalagi ia juga sudah lanjut usia.

Ini dia wajah sang bapak tua pengemis....


 
Sedikit out of context, saya tambahkan suasana di atas jembatan....

Thursday, October 11, 2012

Pada Perhentian Stasiun

Dari Yogyakarta, Senin kemarin saya kembali ke Jakarta dengan Kereta Bogowonto. Dijadwalkan pukul 7.30, kereta ekonomi AC ini berangkat pukul 8. Kereta yang cukup nyaman dengan harga murah-meriah, hanya Rp140.000 saja. 

Seperti biasa, setiap ada pergantian penggunaan jalur, salah satu kereta harus mengalah. Keretaku berhenti di Stasiun Linggapura, sekitaran Tegal. Bagi beberapa orang, perhentian ini memuakkan. Perhentian artinya penundaan jadwal sampai. Tapi bagi saya, perhentian artinya foto-foto. Apalagi kalau pemandangan di sekitar stasiun itu menarik.

Kebetulan, Stasiun Linggapura dikelilingi pegunungan dan lahan terbuka. Pak Agus, Security kereta sempat menyebutkan nama beberapa bukit. Tapi saya lupa nama bukit itu :D :D...
Diantara pegunungan yang saya lupa namanya itu, ada cerita menarik. Jadi di gunung itu tinggal beberapa warga. Kata Pak Agus, ada sekitar 4 rumah di sana. Mereka tinggal jauh dari puncak kok. Anak-anak mereka tidak sekolah dan tidak juga bergaul dengan anak-anak di kaki gunung. Kebutuhan sehari-hari mereka peroleh dari ladang. Kadang-kadang mereka turun gunung untuk menjual hasil kebun dan membeli berbagai kebutuhan. Konon, mereka sama seperti warga kaki gunung, menggunakan aneka barang yang sama untuk kebutuhan sehari-hari. Misalnya minyak goreng. Padahal minyak goreng diperoleh dari hasil olahan yang tidak sederhana. Jadi katanya warga gunung ini dulunya warga kaki gunung juga. Entah apa penyebabnya mereka tinggal di sana.
 
Yup. Kereta melaju melewati persawahan dan pegunungan. eh, ada jembatan juga di ujung sana. Saya selalu menyukai alam terbuka. Persawahan, pegunungan; cakrawala. Ada kebahagiaan tersendiri ketika saya menyaksikannya.