Thursday, July 18, 2013

Memperjuangkan Belas Kasih Universal

Sumber foto; http://novalmaliki.blogspot.com/



COMPASSION: 12 LANGKAH MENUJU HIDUP BERBELAS KASIH 
Penulis: Karen Armstrong 
Penerbit: Mizan, Bandung, Maret 2013, 247 halaman









Selusin langkah untuk mewujudkan dunia yang lebih baik dengan hidup berbelas kasih. Dari ajaran dibuat menjadi gerakan universal. Tampak mudah, tapi butuh perjuangan seumur hidup. 

Karen Armstrong kali ini tidak berbicara soal nabi maupun agama. Filsuf dan sejarawan agama ini bak motivator. Melalui Compassion: 12 Langkah Menuju Hidup Berbelas Kasih, Armstrong membuat formula mewujudkan dunia lebih baik dengan hidup berbelas kasih. Lengkap dengan tutorial 12 langkahnya.

Ide Armstrong ini memang logis benar. Sejumlah perang besar sudah tercatat dalam sejarah. Tak hanya Perang Salib, melainkan juga pertempuran yang tak kunjung usai di Gaza dan Afghanistan. Termasuk perebutan kekuasaan yang kini terjadi di Mesir dan Suriah. Dalam konteks Indonesia, konflik semacam itu nyata pada kasus Sunni-Syiah di Jawa Timur dan Ahmadiyah di beberapa wilayah.

Sejarah pun sudah terlalu banyak membuktikan bahwa agama yang idealnya mempersatukan justru lebih sering dianggap sebagai pemicu peperangan. Agama menjadi kambing hitam dan dianggap sebagai sumber konflik. Ayat-ayat Tuhan yang suci dijadikan alat untuk memuaskan nafsu kekuasaan dan harta benda. Ketamakan-ketamakan semacam ini dibungkus dengan retorika agama.

Atas dasar perang semacam itu, Armstong menekankan perlunya upaya untuk mewujudkan dunia yang lebih baik, dunia yang penuh dengan belas kasih. Armstrong menyebutnya dengan Kaidah Emas: "Jangan perlakukan orang lain sebagaimana yang tidak Anda inginkan untuk diri Anda sendiri." Kaidah Emas semacam ini sudah pasti termaktub jelas pada semua agama.

Armstrong menguraikan Kaidah Emas itu dalam 12 langkah. Langkah-langkah ini kemudian ia tempatkan dalam masing-masing bab, yaitu belajar tentang belas kasih, lihatlah dunia anda sendiri, belas kasih pada diri sendiri, empati, perhatian penuh, tindakan, betapa sedikitnya yang kita ketahui, bagaimana seharusnya kita berbicara pada sesama, kepedulian untuk semua, pengetahuan, pengakuan, dan cintailah musuhmu.

Pada era modern, belas kasih tampaknya asing sekali. Bagaimana tidak, ekonomi kapitalis yang sangat kompetitif dan individualis memicu manusia mengutamakan egoisme diri sendiri ketimbang kepentingan orang lain. Lebih dari seabad lalu, Charles Darwin menggambarkan hal ini melalui teori evolusi. Sesama makhluk bersaing demi mempertahankan hidup. Karena itu, banyak pihak mengatakan bahwa altruisme semacam ini bisa jadi sangat problematik.

Sejarah sebetulnya juga mencatat banyak tokoh yang mengajarkan soal kasih sayang. Kita mengenal Confusius (551-479 SM) di Cina dengan ajaran tentang shu (tenggang rasa) dan metode spiritual Jalan (dao). Di India, Buddha (470-390 SM) mengajak umatnya menuju nirwana, dunia yang damai, karena nafsu, keinginan, dan keegoisan hilang sudah seperti nyala api yang padam. Ia mengajarkan meditasi mengenai "empat pikiran yang tak terukur" dari cinta. yaitu maitri (cinta kasih), karuna (belas kasih), mudita (sukacita simpatik), dan upeksha (pikiran yang adil).

Tak hanya Confusius dan Buddha, dunia pernah memiliki Mahatma Ghandi, Nelson Mandela, Dalai Lama, bahkan Lady Diana. Hanya saja, sejauh ini belum ada yang membuat ajaran itu menjadi gerakan universal. Armstrong mencoba menggulirkan ajaran belas kasih ini menjadi gerakan universal, yang ia sebut Charter for Compassion. Gerakan ini diluncurkan pada 12 November 2009 di 60 lokasi di seluruh dunia. Ia berkeliling ke berbagai negara demi membangun komunitas global, tempat setiap etnis dan golongan hidup bersama dalam harmoni.

Begitupun, Armstrong menyakini bahwa mewujudkan dunia dengan belas kasih itu bukan perkara mudah. Perjuangan mewujudkan compassion adalah perjuangan jangka panjang, bahkan seumur hidup.