Monday, July 23, 2018

Visually impaired piano prodigy plays music with heart

Last year, Zizi earned herself gold trophy during Asian Art Festival in Yong Siaw Toh, Singapore.

Hayati Nupus
JAKARTA
In a music room of the Pembina Extraordinary School in South Jakarta, a 10-year-old visually impaired girl, is seen playing an instrument. She played it skillfully as if she could see the keyboard.
Allafta Hirzi Sodiq, who is also known as Zizi, was playing piano while singing to Louis Armstrong’s “What A Wonderful World.”
What makes it even more mesmerizing is that she played that song with her own arrangements. “I really love arranging songs,” she told Anadolu Agency on Friday.
Despite her limitations, she has achieved many things. Last year, Zizi earned herself a gold trophy during Asian Art Festival in Yong Siaw Toh, Singapore.
It is such a huge leap for her since hundreds of participants from 13 countries joined the event. At that time, Zizi played her own arrangement of Pinocchio soundtrack “When You Wish Upon A Star.”
She was also awarded Diamond Award at 2017 Indonesia Piano Festival and became a champion of the 2017 National Festival and Art Competition.
Earlier this month, Zizi challenged herself by participating in Asia’s Got Talent in Singapore. During the audition, she played her arrangements of Andrea Bocelli’s “Time to Say Goodbye” and Calum Scott “You Are The Reason.”
Not only that, Zizi, the daughter of Nur Afifah and Jafar Sidiq, also gets high grades in school.

Birth of piano prodigy
Nur Afifah has never thought that her newborn daughter would be blind. In her fifth month of pregnancy, Nur suddenly had excessive bleeding.
At first, the doctor predicted that her baby would not survive. Fortunately, 900-gram baby Zizi was safely born, alive and well.
As her daughter turned seven-months-old, Zizi had high fever. The doctor diagnosed it as Retinopathy of prematurity (ROP). The disorder eventually lead to lifelong vision impairment.
After that, Nur fell into depression. She and her husband barely accepted their fate. For about three years, Nur locked herself in their house.
"At that time, I really wanted to die," said Nur, as she remembered those hard times.
Three years later, after reading a book written by Miyuki Inoe, Nur started to collect herself. She said that the book gave her much needed strength.
Since then, Nur made herself busy by reading books or references about developing potentials of visually impaired children, as many as she could.
Nur encouraged her daughter to learn music by letting her listened to a lot of music instrumentals.

The three-year-old Zizi became interested in playing the instruments, especially piano, that made Zizi totally invested soon after.
Nur also revealed that her daughter learned to play music instruments all by herself.
Two years later, Zizi participated in a music competition, where she earned public recognition as a blind child pianist.
At the age of 7, Zizi learned to play piano from pianist Elise Widirastri. Since then, her skill keeps improving more and more.

A story teller
From music arrangement skill to beautiful voice, Zizi really has it all.
Zizi is even good at storytelling. Recently, she won first place in Jakarta Literacy Competition. If everything goes right, she may participate in similar event in upcoming months.
Zizi also loves to learn Quran. Every day after Maghrib prayer, Zizi reads several verses of Quran and memorize them. Every Thursday night, Zizi reads Surah Yasin and pray for her family and friends.
Triyanto Murjoko, head of Pembina Extraordinary School, said he is proud of Zizi's achievements.
"Every child with disabilities has their own talents. If we truly support that, they will eventually flourish," said Murjoko.
Meanwhile, Zizi revealed that her ultimate dream is to sing “Make You Feel My Love” with British singer Adele. In order to make it happen, she pushes herself to do her best as pianist.

https://www.aa.com.tr/en/culture-and-art/visually-impaired-piano-prodigy-plays-music-with-heart/1209937

Musisi tunanetra cilik pengukir prestasi


-->
Jemari Allafta Hirzi Sodiq dapat memainkan alat musik dengan lihai, seperti tak pernah ada keterbatasan penglihatan. Memiliki suara sopran yang merdu dan menyabet beragam prestasi.

Photos by: Hayati Nupus
Hayati Nupus
JAKARTA (AA) Di ruang musik Sekolah Luar Biasa (SLB) Pembina, Jakarta Selatan, Allafta Hirzi Sodiq, 10 tahun, musisi perempuan penyandang tunanetra tengah berlatih memainkan keyboard. Jari-jarinya menekan tuts organ dengan lihai, seperti tak pernah ada keterbatasan penglihatan.
Dia memainkan lagi lawas berjudul What A Wonderful World. Mulut mungilnya mengiringi alunan musik itu dengan suara merdu. I see trees of green, red roses too/I see them bloom for me and you/And I think to myself what a wonderful world.
Jika dalam versi sebelumnya lagu milik Louis Armstrong itu bernada dasar F mayor yang tinggi, Zizi, panggilan akrab Allafta Hirzi Sodiq, mengaransemennya menjadi C mayor, menyesuaikan dengan nada suaranya yang sopran.
“Saya paling suka mengaransemen lagu, jadi senang rasanya,” ungkap Zizi, kepada Anadolu Agency, di Jakarta, Jumat.
Meski menyandang tunanetra sejak lahir, Zizi bisa membuktikan jika dirinya piawai bermain piano. Sederet prestasi telah diraihnya. Di antaranya menyabet piala emas dalam Asia Art Festival di Yong Siaw Toh, Singapura, tahun lalu, menyingkirkan ratusan peserta dari 13 negara yang tak memiliki keterbatasan fisik apapun. Waktu itu, sebagai pianis, Zizi mengaransemen dan menyanyikan soundtrack film Pinocchio, When You Wish Upon A Star.
Selain itu, Zizi juga meraih Diamond Award dalam Indonesia National Piano Festival 2017 dan juara 1 nasional menyanyi dalam Festifal dan Lomba Seni Siswa Nasional (FL2SN) Anak Berkebutuhan Khusus 2017.
Awal bulan ini, Zizi mengikuti seleksi Asia’s Got Talent di Singapura. Di negeri tetangga itu, Zizi menggubah lagu Time to Say Goodbye milik Andrea Bocelli, serta You All The Reason milik Calum Scott.
Di sekolah, putri pasangan Nur Afifah dan Jafar Sidiq ini juga tampak lincah dan banyak bertanya. Dia paling menyukai Pelajaran Matematika. Untuk pelajaran satu itu, dia memperoleh nilai 100.

Prediksi lahir tanpa nyawa
Afifah Nur tak pernah menyangka jika putri sulungnya akan lahir tanpa penglihatan. Dia mengalami pendarahan saat usia kehamilan baru menginjak lima bulan.
Mulanya dokter di rumah sakit memprediksi bahwa bayi dalam kandungan Afifah tak akan lahir dengan selamat. Ajaibnya, bayi Zizi masih bernyawa, lahir dengan bobot 900 gram saja.
Menginjak usia tujuh bulan, bayi Zizi mengalami demam tinggi. Serangkaian proses pemeriksaan di rumah sakit menyimpulkan bahwa Zizi terkena Retinopathy of prematurity (ROP) stadium 5, penyakit mata yang menimpa bayi prematur dengan usia kehamilan kurang dari 31 pekan. Pada stadium itu, retina mata bayi terlepas total, Zizi mengalami kebutaan. Tak hanya itu, belakangan dokter menyimpulkan Zizi juga mengalami autisme sekunder.
Afifah depresi, tak dapat menerima kondisi yang menimpa anaknya. Begitu juga suaminya. Selama tiga tahun Afifah mendekam diri dalam rumah, menutup diri dari lingkungan sekitar.
“Rasanya saya ingin mati saja,” kenang Afifah, sambil meneteskan air mata.
Pintu hati Afifah mulai terketuk tiga tahun kemudian, setelah membaca buku Aku Terlahir 500 gram dan Buta karya Miyuki Inoe. Buku ini berisi pengalaman nyata Miyuki Inoe, tunanetra asal Jepang yang lahir prematur dan tak menyerah begitu saja dengan kondisi yang menimpanya. Berkat kerja kerasnya, meski tanpa penglihatan, Inoe kemudian pandai bermain sepeda dan menjadi penulis cerita dengan berbagai penghargaan.
Sejak itu, Afifah mulai membuka diri. Dia banyak membaca berbagai referensi soal bagaimana mengembangkan potensi anak tunanetra.
Informasi dari internet menyebutkan jika potensi anak tunanetra dapat dikembangkan lewat musik. Afifah memancing potensi Zizi dengan meletakkan berbagai alat musik di rumah dalam kondisi menyala. Piano, organ, gitar, angklung, pianika, bahkan gamelan.

Benar saja, anak pertama dari dua bersaudara ini tertarik, terutama pada piano. Sejak usia 3 tahun itu, Zizi belajar musik secara autodidak.
Zizi pertama kali mengikuti kompetisi musik pada usia 5 tahun, di Taman Buah Mekarsari, Bogor, Jawa Barat. Saat itu dia menyanyikan lagu anak berjudul Pepaya Mangga Pisang Jambu.
Pada kompetisi itu Zizi tak menyabet juara apapun, tapi berhasil mengenalkan namanya sebagai pianis tunanetra kepada masyarakat luas.
Barulah pada usia 7 tahun, Zizi berguru musik pada pianis handal Elise Widirastri, alumnus Konyklyk Muziek Konservatori Den Haag, Belanda. Sejak itu, keahlian Zizi dalam bermusik kian meningkat, hingga sekarang.

Multitalenta penghafal Alquran
Zizi tergolong anak yang memiliki banyak talenta. Selain jago mengaransemen lagu dan memiliki suara merdu, Zizi yang bercita-cita ingin menjadi pianis handal tunanetra seperti Ade Irawan ini juga penghafal beberapa surat dalam Alquran, sekaligus pandai mendongeng.
Saban hari, seusai shalat Magrib, Zizi melantunkan ayat suci Alquran sambil sesekali menghafalnya. Surat-surat yang dia hafal acak saja. Hafalan yang pertama kali dia kuasai adalah ayat kursi. Kali lain dia mencoba menghafal surat apa saja yang dia suka, kadang surat pendek, kadang beberapa ayat dalam Al-Baqarah.
Selain itu, saban malam Jumat, Zizi melantunkan Surat Yasin dan berdoa untuk keluarga sekaligus teman-temannya yang sudah meninggal.
Di bidang dongeng, Zizi baru saja meraih juara 1 Lomba Literasi tingkat Provinsi DKI Jakarta. Waktu itu Zizi mendongeng soal Hikayat Danau Toba. Jika tak ada kendala, Zizi akan mengikuti lomba serupa tingkat nasional beberapa bulan mendatang.
Di bidang musik, Zizi masih menyimpan mimpi untuk dapat berduet dengan Adele, penyanyi kenamaan Inggris. Dia sudah berencana, jika mimpi satu itu terwujud, Zizi akan menyanyikan lagu Make You Feel My love bersama Adele. Untuk mewujudkan mimpinya itu, Zizi terus mengasah bakatnya bermain piano.
Kepala Sekolah SLB Pembina Triyanto Murjoko mengaku bangga dengan prestasi yang telah diraih anak didiknya. Sejak awal, bakat Zizi memang sudah tampak, tinggal mengembangkannya saja.
Prestasi ini, kata Triyanto, perlu terus dikembangkan. Sekaligus menjadi motivasi penyandang disabilitas lain untuk terus berprestasi.
“Setiap anak penyandang disabilitas memiliki bakat. Kalau dikembangkan, prestasi akan datang beriringan,” ujar Triyanto.

Dapat dibaca juga di: https://www.aa.com.tr/id/pg/Galeri%20Foto/musisi-tunanetra-cilik-pengukir-pretasi/146