Monday, February 15, 2010
Tuesday, February 2, 2010
Opera Prolog Cerpen
Berikut prolog cerpen yang saya buat pada 7 November 2010 di kamar kos seorang kawan di bilangan Mrican Yogyakarta. Idenya terpikir hanya selintas.
-------------------------------------------------------------------------------
Aku tak juga menangis sampai seminggu setelah kepergiannya. Jangankan menangis, menitikkan air mata saja tidak. Barangkali benar yang mereka bilang, aku, perempuan yang tak pernah bisa menangis.
Sehelai daun jatuh terbuai angin. Menyebarkan aroma sisa hujan semalam dan luruh mengenai mukaku, lantas jatuh ke tanah. Ada warna bening kemilau di bawah mataku. Bukan air mata, tapi embun sisa hujan yang menetes di kelopak mata.
Kadang aku mempertanyakan, sebenarnya terbuat dari bahan apa hatiku.
-------------------------------------------------------------------------------
Meski tak selesai, prolog cerpen ini saya simpan di laptopnya. Beberapa hari berikutnya, saat saya kembali berkunjung dan membuka laptopnya, juga membuka file-file titipan saya, ada tambahan tulisan yang lebih tepat disebut komentar. Berikut komentarnya.
-------------------------------------------------------------------------------
(jika tak mau menangis mengapa harus dipaksa, ketidakberdayaan tidak hanya dapat dilihat dari tangisan)
-------------------------------------------------------------------------------
Well, kalian boleh tertawa setelah ini. Tabik!
-------------------------------------------------------------------------------
Aku tak juga menangis sampai seminggu setelah kepergiannya. Jangankan menangis, menitikkan air mata saja tidak. Barangkali benar yang mereka bilang, aku, perempuan yang tak pernah bisa menangis.
Sehelai daun jatuh terbuai angin. Menyebarkan aroma sisa hujan semalam dan luruh mengenai mukaku, lantas jatuh ke tanah. Ada warna bening kemilau di bawah mataku. Bukan air mata, tapi embun sisa hujan yang menetes di kelopak mata.
Kadang aku mempertanyakan, sebenarnya terbuat dari bahan apa hatiku.
-------------------------------------------------------------------------------
Meski tak selesai, prolog cerpen ini saya simpan di laptopnya. Beberapa hari berikutnya, saat saya kembali berkunjung dan membuka laptopnya, juga membuka file-file titipan saya, ada tambahan tulisan yang lebih tepat disebut komentar. Berikut komentarnya.
-------------------------------------------------------------------------------
(jika tak mau menangis mengapa harus dipaksa, ketidakberdayaan tidak hanya dapat dilihat dari tangisan)
-------------------------------------------------------------------------------
Well, kalian boleh tertawa setelah ini. Tabik!
Subscribe to:
Posts (Atom)