Sunday, September 26, 2010

260910

Rinai hujan terus saja berceloteh,
tentang sejuta langkah tertatih mencipta
singgasana; langkahmu.
Lalu aku menyulam seraut wajah dari
sisasisa reranting yg rapuh dan jatuh
bersama hembusan angin senja.

Di sini, di dada ini, selaksa nafas
memburu, haru biru
sejumlah rindu.
Untukmu, Abah.

Sunday, September 19, 2010

JAMILA TANPA SANG PRESIDEN

Judul : Jamila dan Sang Presiden
Sutradara: Ratna Sarumpaet
Produser: Syahril Kahar, Ratna Sarumpaet, Raam Punjabi
Pemain: Atiqah Hasiholan, Christine Hakim, Adjie Pangestu, Ria Irawan, Dwi Sasono, Surya Saputra, Fauzi Baadillah, dll.
Produksi: Satu Merah Panggung/mvp Pictures
Durasi: 87 menit


Jamila (Atiqah Hasiholan) masuk penjara! Ia menyerahkan diri karena menjadi pelaku pembunuhan seorang menteri (Adjie Pangestu). Di penjara itulah ia bertemu dengan Ria (Christine Hakim), sipir perempuan yang ketus dan kejam. Di penjara itu pula, identitas Jamila dan bagaimana ia sampai menjadi pembunuh dikisahkan dengan narasi flash back.

Jamila kecil berusia enam tahun dijual ayahnya ke seorang mucikari. Ibu Jamila berhasil merebut kembali Jamila dan menitipkannya di rumah keluarga Wardiman yang terhormat.

Di rumah keluarga Wardiman Jamila hidup tentram. Ia rajin belajar dan mengaji. Namun siapa sangka, ketika beranjak dewasa, Jamila menjadi budak seks yang dipakai bergiliran oleh Pak Wardiman dan Hendra putranya. Jamila geram. Ia membunuh kedua laki-laki tersebut dan melarikan diri.

Saat Jamila melarikan diri, berbarengan dengan adanya razia WTS. Jamila pun turut dibekuk. Lewat razia ini Jamila bertemu dengan Susi (Ria Irawan), yang kemudian menjadi teman sekaligus kakaknya.

Di penjara, baru diketahui kalau ternyata Jamila juga terkait dengan terbunuhnya gembong perdagangan perempuan di Kalimantan. Pembunuhan itu terjadi ketika Jamila tengah melacak keberadaan adiknya yang menjadi korban perdagangan anak perempuan. Fatimah, adik Jamila dijadikan pelacur kecil merangkap pengedar narkoba oleh gembong itu.

Menteri yang dibunuh tersebut rupanya kekasih Jamila yang pernah berjanji akan menikahi Jamila. Namun kemudian ia menikah bukan dengan Jamila, pekerja seks yang tengah mengandung anaknya, tapi dengan perempuan lain demi citra baik. Peluru yang akan digunakan menteri untuk membunuh jamila akhirnya bersarang di dada menteri oleh tangan Jamila sendiri.

Persidangan menjadi kontroversial dengan maraknya demonstrasi yang dipolitisir oleh sekelompok fanatik (Fauzi Baadilah) yang mengatasnamakan agama. Kelompok fanatik tersebut mendukung hukuman mati untuk Jamila karena dianggap dosa besar telah membunuh dan menjadi pelacur.


Minus Peran Presiden
Film yang diangkat dari teater berjudul Pelacur & Sang Presiden ini berhasil meraih NETPAC (The Network for the Promotion of Asian Cinema) Award pada festifal Asiatica Film Mediale yang berlangsung di Roma pada penghujung 2009. NETPAC merupakan wadah para kritikus, produser, distributor, kurator, eksibitor dan educator perfilman yang sangat berkompeten dalam perfilman Asia. Jamila dan Sang Presiden juga sempat mewakili Indonesia dalam kompetisi Piala Oscar 2010.

Hal yang patut diacungi jempol adalah aspek artistik dan originalitas tema. Jamilah dan Sang Presiden menjadi angin segar bagi perfilman Indonesia saat ini yang banyak didominasi tema-tema seputar komedi, horror dan percintaan remaja. Jarang sekali sineas Indonesia yang mengangkat realitas permasalahan bangsa dalam film, apalagi diiringi dengan ketajaman kritik social, kasus human trafficking yang menjadi tema sentral dalam Jamilah dan Sang Presiden ini misalnya.

Di luar itu, film berdurasi 87 menit ini menggunakan kata ‘presiden’ dalam judul hanya bersifat simbolik. Sebab tak ada keterlibatan presiden secara langsung dalam film ini. Kata presiden disebut-sebut hanya pada saat Jamila menolak permohonan grasi yang diusulkan pengacara. Tampilnya tokoh presiden secara langsung hanya berkisar beberapa detik, itu pun hanya menggambarkan presiden yang sedang diam termenung.

Minusnya peran presiden di sini tak hanya dalam film, tapi juga dalam realitas yang sebenarnya. Setiap tahun, dua ratus ribu anak indonesia di bawah umur diperdagangkan dengan alasan kemiskinan dan kurangnya pendidikan. Sejumlah perempuan dan anak-anak Indonesia diperdagangkan khusus untuk eksploitasi seksual terutama di wilayah Asia dan Timur Tengah. Indonesia juga menjadi Negara transit dan tujuan human trafficking, sekaligus menempati urutan ke-3 negara yang bermasalah dalam permberantasan human trafficking pada tahun 2007.

Nasib Jamila dalam Jamila dan Sang Presiden hanya satu contoh dari fenomena gunung es permasalahan traficking di indonesia. Masih banyak Jamila-Jamila lain di luar sana yang sejak masih bocah dijual dan ketika dewasa dijadikan mesin pemuas seks. Mereka berjuang sendiri melawan kerasnya kehidupan. Lantas di mana kau Sang Presiden?

Wednesday, September 15, 2010

SEANDAINYA SAYA BERTEMU ADAM

Cucu Adam: Ini semua gara-gara sampean, Mbah.

Adam: Loh, kok tiba-tiba aku disalahin.

CA: Lah iya, gara-gara sampean dulu makan buah terlarang, aku sekarang merana. Kalau sampean dulu enggak tergoda Iblis kan kita tetap di surga. Enggak kayak sekarang, sudah tingggal di bumi, eh ditakdirkan hidup di negara terkorup, sudah gitu jadi orang miskin pula. Emang seenak apa sih rasanya buah itu?

A: Yo mbuh, sudah lupa. Kejadiannya sudah lama banget. Tapi ini bukan soal rasa. Ini soal khasiatnya.

CA: Halah, kayak obat kuat aja pake khasiat segala. Emang Iblis bilang khasiatnya apa sih kok sampean bisa tergoda?

A: Dia bilang, kalau makan buah itu aku bisa abadi.

CA: Anti-aging gitu?

A: Iya. Pokoknya kekal.

CA: Terus sampean percaya? Iblis kok dipercaya.

A: Lha wong dia senior.

CA: Maksudnya senior?

A: Iblis kan lebih dulu tinggal di surga dari aku dan mbah putrimu.

CA: Iblis tinggal di surga? Boong ah.
A: Nah ini nih kalo puasa ndak baca Quran. Baca Al-Baqarah ayat 30-38. Coba kowe pikir, gimana dia bisa mbisiki aku yang ada di surga kalo dia ndak tinggal di surga juga?

CA: Oh iya, ya. Tapi, walau pun Iblis yang mbisiki, tetep sampean yang salah, Mbah. Gara-gara sampean, aku jadi kere kayak gini.

A: Kowe salah lagi. Manusia itu ndak diciptakan untuk menjadi penduduk surga. Baca surat Al-Baqarah : 30. Sejak awal, sebelum aku lahir… eh, sebelum aku diciptakan, Tuhan sudah berfirman ke para malaikat kalo Dia mau menciptakan manusia yang menjadi khalifah (wakil Tuhan) di bumi.

CA: Lah, tapi kan sampean dan mbah putri tinggal di surga?

A: Iya, sempet, tapi itu cuma transit. Makan buah terlarang atau ndak, cepat atau lambat, mbahmu ini pasti diturunkan ke bumi untuk menjalankan tugas dari-Nya: memakmurkan bumi. Di surga itu masa persiapan, penggemblengan. Di sana Tuhan ngajarin mbah bahasa, ngasih tahu nama semua benda (Al-Baqarah:31).

CA: Jadi di surga itu cuma sekolah?

A: Kurang lebih kayak gitu. Waktu di surga, simbahmu ini belum jadi khalifah. Jadi khalifah itu baru setelah turun ke bumi.

CA: Aneh.

A: Kok aneh?

CA: Ya aneh, menyandang tugas wakil Tuhan kok setelah sampean gagal, setelah gak lulus ujian, termakan godaan Iblis? Pendosa kok jadi wakil Tuhan.

A: Lah, justru itu intinya. Kemuliaan manusia itu ndak diukur dari apakah dia bersih dari kesalahan atau ndak. Yang penting itu bukan melakukan kesalahan atau ndak melakukannya. Tapi, bagaimana bereaksi terhadap kesalahan yang kita lakukan. Manusia itu pasti pernah keliru, Tuhan tahu itu. Tapi, meski demikian, toh Dia memilih mbahmu ini, bukan malaikat.

CA: Jadi, gak papa kita bikin kesalahan, gitu?

A: Ya ndak gitu juga. Kita ndak isa minta orang ndak melakukan kesalahan. Kita cuma isa minta mereka untuk berusaha tidak melakukan kesalahan. Namanya usaha, kadang berhasil, kadang enggak.

CA: Sampean berhasil atau gak?

A: Dua-duanya.

CA: Kok dua-duanya?

A: Aku dan mbah putrimu melanggar aturan, itu artinya gagal. Tapi kami berdua kemudian menyesal dan minta ampun. Penyesalan dan mau mengakui kesalahan, serta menerima konsekuensinya (dilempar dari surga), adalah keberhasilan.

CA: Ya kalo cuma gitu semua orang bisa. Sesal kemudian tidak berguna, Mbah.

A: Berguna toh ya. Karena menyesal, aku dan mbah putrimu dapat pertobatan dari Tuhan dan dijadikan khalifah (Al-Baqarah:37). Bandingkan dengan Iblis, meski sama-sama diusir dari surga, tapi karena ndak tobat, dia terkutuk sampe hari kiamat.

CA: Sampean iki lucu, Mbah.

A: Lucu piye?

CA: Lah kalo dia tobat, ya namanya bukan Iblis lagi.

A: Bener juga kamu ya, he-he-he. Tapi intinya gitu lah. Melakukan kesalahan itu manusiawi. Yang ndak manusiawi, yang iblisi, itu kalo sudah salah tapi merasa bener, sombong.

CA: Jadi kesalahan terbesar Iblis itu apa? Ndak ngakuin Tuhan?

A: Iblis bukan ateis, dia justru monoteis. Percaya Tuhan yang satu.

CA: Mosok sih, Mbah?

A: Lha wong dia pernah ketemu Tuhan, pernah dialog segala kok.

CA: Terus, kesalahan terbesar dia apa?

A: Sombong: menyepelekan orang lain dan memonopoli kebenaran.

CA: Wah, persis cucu sampean tuh, Mbah.

A: Ente?

CA: Bukan. Cucu sampean yang lain. Mereka mengaku yang paling bener, kalo ada orang lain berbeda pendapat akan mereka serang. Orang lain disepelekan. Mereka mau orang lain menghormati mereka, tapi mereka ndak mau menghormati orang lain. Kalo sudah ngamuk nih Mbah, orang-orang ditonjokin, barang-barang orang lain dirusak. Setelah itu mereka bilang kalau mereka pejuang kebenaran. Bahkan ada yang sampe ngebom segala loh.

A: Wah, persis Iblis tuh.

CA: Tapi mereka siap mati Mbah, karena kalo mereka mati nanti masuk surga.

A: Siap mati, tapi ndak siap hidup.

CA: Bedanya, Mbah?

A: Orang yang ndak siap hidup itu ndak siap menjalankan agama.

CA: Loh, kok?

A: Lah, aku dikasih agama oleh Tuhan kan waktu diturunkan ke bumi (Al-Baqarah:37). Bukan waktu di surga.

CA: Jadi, artinya, agama itu untuk bekal hidup, bukan bekal mati?

A: Pinter kowe.

CA: Cucu siapa dulu.

A: Cucuku dan mbah putrimu.

CA: BTW, Mbah. Sampean itu kan terkenal dengan satu nama: Adam. Tapi mbah putri itu namanya kok beda-beda? Yang bener iku Hawa, Eve, atau Eva.

A: Sak karepmu. What’s in a name?

CA: Shakespeare, Mbah?

A: Mbuh, sak karepmu.

Sumber:http://blog.tempointeraktif.com/agama/seandainya-saya-bertemu-adam/