Friday, August 18, 2017

Mereka yang sumringah peroleh remisi



Pemerintah berikan remisi kepada 92.816 narapidana. Sebanyak 2.444 di antaranya langsung menghirup udara segar.

HK, 15 tahun, tersenyum sumringah. Dalam rangka ulang tahun ke-72 Republik Indonesia, remaja asal Tangerang ini memperoleh remisi 1 bulan.

“Senang, masa hukuman jadi berkurang,” ujarnya kepada Anadolu Agency, Kamis, di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Wanita Tangerang, Banten.

Anak ke-3 dari 4 bersaudara ini divonis 9 bulan tahanan sejak Februari 2017 lalu atas kasus pembuangan bayi. Dengan remisi 1 bulan, artinya Oktober mendatang ia bisa menghirup udara bebas.

Siswa kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang merasa hidupnya menjadi lebih baik setelah mengikuti pembinaan di dalam Lapas ini sudah tak sabar untuk kembali melanjutkan sekolah. Ia berjanji akan lebih giat belajar dan menjadi manusia bermanfaat.

Selain HK, 2 penghuni Lapas Anak Wanita Tangerang lainnya juga memperoleh remisi pada saat yang sama. Yaitu Febriana Imelda dan Fitria Hotimah yang memperoleh remisi masing-masing 1 bulan. Keduanya telah meninggalkan Lapas dan kembali ke rumah.

Pada ulang tahun Republik Indonesia kali ini, pemerintah memberikan remisi kepada 92.816 narapidana. Sebanyak 2.444 di antaranya langsung bebas seusai memperoleh remisi.

“Mereka telah menunjukkan prestasi dan dedikasi yang baik selama pembinaan,” ujar Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Yasonna berharap masyarakat bisa menerima kembali mantan narapidana yang telah memperoleh remisi dan bebas. Berdasarkan riset ahli kriminologi, ujar Yasonna, mantan narapidana yang tak memperoleh penerimaan baik dari masyarakat justru berpotensi untuk kembali ke kehidupan kelam.

“Mereka sama dengan kita, hanya pernah melakukan kesalahan. Tak ada yang sempurna, mereka jatuh, kita harus beri kesempatan kedua pada mereka,” ujarnya.

Toh, mantan narapidana yang bebas sebelumnya telah menunjukkan prestasi. Mereka kembali ke masyarakat dan sukses dengan bidang yang digeluti. Di antaranya menjadi barista, montir motor, pembuat kapal, dan pelatih masak.

*bisa juga dilihat di http://aa.com.tr/id/headline-hari/mereka-yang-sumringah-peroleh-remisi/886491




Menengok persiapan atraksi pesawat terbang Indonesia



Peringatan HUT RI makin meriah dengan adanya atraksi flypass oleh pasukan F-16 dan Sukhoi SU-27/30.


Pesawat F-16 Fighting Falcon take off dengan kecepatan 153 knot dari Landasan Udara Halim Perdanakusuma ketika Flight Leader Letkol Pnb Nur Alimi menarik tuas kendali, Selasa. Dua pesawat F-16 lainnya mengekor di belakang, disusul 3 unit Sukhoi SU-27/30 dalam 10 menit kemudian.

Aksi flypass ini dalam rangka gladi bersih jelang perayaan Dirgahayu Kemerdekaan RI Kamis mendatang.

Lantas keenam pesawat itu berjaga di holding point, 24 nautical mile dari Teluk Jakarta. Ketika penaikan bendera rampung dilakukan di Istana Negara, 2 baris pesawat itu—3 F-16 di depan dan 3 Sukhoi di belakang—langsung meluncur dan mengangkasa di langit monas, lalu beratraksi bomb burst dengan formasi V.

Formasi ini menjadi pembeda atraksi serupa dengan Peringatan HUT RI sebelumnya. Pada HUT RI tahun lalu, semua pesawat berbaris sejajar dan meluncur dengan posisi yang sama.

Sejak jauh-jauh hari, Nur Alimi mengaku gelisah. Laki-laki kelahiran Singaraja, Bali, 39 tahun lalu ini khawatir terjadi hal tak diinginkan ketika pelaksanaan di hari H nanti.

Pilot asal Squadron 12 Pekanbaru ini sebetulnya sudah jago mengendalikan F-16. Ia bahkan pernah juga mengendalikan pesawat jet Hawk 100/200, Pilatus PC-9 dan Korean Trainer-1.

Unjuk gigi dalam Peringatan HUT RI juga bukan hal baru bagi alumnus Akademi Angkatan Udara Yogyakarta ini. Pertama kali turut dalam atraksi Dirgahayu Kemerdekaan RI pada 2014. Lantas 2 tahun berikutnya ia terpilih untuk kembali unjuk gigi sekaligus menjadi komandan formasi. Tahun ini, amanah menjadi komandan formasi lagi-lagi ia peroleh.

“Kita inginnya sempurna, waktunya pas. Aksinya juga pas, tak bisa terlalu ke kiri atau ke kanan. Jangan sampai mengecewakan, kita sudah diberi kepercayaan,” ujarnya kepada Anadolu Agency.

Demi menghilangkan kegelisahan itu, Nur dan tim rajin berlatih sejak dari Pekanbaru. Sedang latihan di Jakarta dilakukan setiap hari sejak Sabtu lalu. Kamis ini, gladi bersih dilakukan 2 kali, pagi dan sore.

“Banyak berlatih membuat kita percaya diri,” ujar bapak 2 putra ini.

Ketimbang kota lain, ujar Nur, langit Jakarta tergolong berat untuk penerbangan. Tingginya polusi menyebabkan jarak pandang hanya sebatas beberapa km saja. Jika sudah begini navigasi GPS menjadi penolong untuk memetakan posisi dan arah ke depan.

“Kami mengandalkan peralatan untuk melihat pemetaan di bawah, agar kami lebih fokus terbang,” ujarnya.

Kegelisahan serupa juga dialami pilot Sukhoi SU-27/30 Mayor Pnb Setyo Budi Pulungan dari Squadran 11 Makassar. Pesawatnya berposisi di sayap kanan pada atraksi ini. Namun ia berupaya melenyapkan kegelisahan itu.

“Percuma latihan lama kalau tiba-tiba gugup, nanti malah mengacaukan atraksi,” ujarnya, sebelum gladi resik.

Lagipula di dalam pesawat ia tak sendiri. Sukhoi menggunakan mekanisme Weapons Systems Officers (WSOs), Lettu pnb Nur Wahid Priyandaru menemani di posisi back seat.

“Kita double seat. Ada navigator di seat belakang siap membantu,” ujarnya.

Squadran 11 Makassar sudah mempersiapkan atraksi ini sejak 2 bulan lalu. Makanya, latihan di Jakarta, mereka tinggal melatih kolaborasi dengan F-16 saja.

Sementara itu Kepala Sub Dinas Penerangan Umum TNI AU Kol Pnb Fajar Andrianto yakin jika atraksi flypass ini akan sukses. Sebagian penerbang sudah pernah melakukan atraksi di momentum serupa tahun-tahun sebelumnya.


-->
“Pasti lancar, persiapan sudah matang,” katanya.

*bisa juga dilihat di http://aa.com.tr/id/headline-hari/mengintip-persiapan-atraksi-pesawat-tempur-indonesia/885074

Ketika istri terjebak terorisme



Sederet perempuan bergabung dengan Daesh atas ajakan suaminya. Beberapa di antaranya bahkan rela menjadi pengantin bom bunuh diri.

Berbalut burqa hitam yang menutupi seluruh tubuhnya, Ika Puspitasari alias Salsabila Taslimah, 35 tahun, melangkah yakin ketika masuk ruang sidang Pengadilan Jakarta Timur, Rabu. Agenda sidang hari ini pemeriksaan saksi terkait rencana peledakan bom bunuh diri di Pekalongan, Jawa Barat.

Ika adalah terdakwa calon pengantin bom bunuh diri itu. Warga Dusun Tegalsari, Purworjeo, ini terseret gerakan terorisme al-Dawla al-Islamiya al-Iraq al-Sham (Daesh) lewat ajakan Zainal, suaminya.

Zainal merupakan tersangka teroris asal Sulawesi. Ia merencanakan aksi bunuh diri pada malam pergantian tahun 2016. Sebelum aksi terlaksana, ia dicokok Densus 88 Antiteror di Tasikmalaya, Jawa Barat, 19 Desember 2015.

Satu jejaring dengan Ika, Dian Yulia Novi juga terbelit Daesh karena ajakan suaminya, Muhammad Nur Sholihin (MNS). Dalam pengakuannya, MNC bahkan sengaja menikahi Dian untuk menjadikannya sebagai pengantin bom bunuh diri.

MNS adalah petinggi Azam Dakwah Centre (ADC) yang menjadi otak intelektual dari sejumlah kasus terror. Di antaranya pengantin bom bunuh diri Dian dan terror bom molotov Candi Resto, Solo Baru, 3 Desember 2016 lalu, dengan terdakwa pelaku kuartet Sumarno, Wawan, Imam Syafii, dan Sunarto.

Sebelum melancarkan aksi bunuh diri di istana, Dian dan suaminya ditangkap Densus 88 Antiteror pada 10 Desember 2016 lalu di Bekasi. Esoknya, Densus 88 Antiteror menangkap Wawan di Klaten, Jawa Tengah. Berdasarkan keterangan Wawan, Densus kemudian menangkap Sumarno, Syafii dan Sunarto.

Di jejaring lainnya, terdapat Jumiatun Muslim alias Atun alias Bunga alias Umi Delima. Ia istri Santoso, pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Keterlibatan perempuan dalam gerakan terorisme, ujar pegiat kekerasan terhadap perempuan Riri Khariroh, bukan hal baru. Sejak puluhan tahun lalu ada banyak perempuan terlibat dalam jaringan terorisme. Tak hanya berperan sebagai pendukung penyedia logistic, tapi sekaligus menjadi kombatan teror.

“Di Palestina, Checnya, Irlandia, Amerika Serikat, itu sudah lama terjadi,” ujarnya, Rabu, kepada Anadolu Agency.

Di Indonesia, fenomena perempuan pelaku bom bunuh diri, terlebih keterlibatan itu atas peran suami, adalah hal baru. Peran perempuan sebagai pendidik, perekrut yang mereproduksi ideologi, penyandang dana sudah terjadi sejak lama. Kasus Ika, Dian, dan Umi Delima membuka banyak pihak yang bergerak dalam isu radikalisme bahwa ternyata perempuan Indonesia sudah berperan sebagai pelaku. “Terjadi pergeseran. Tidak cukup perempuan berperan sebagai supporter, tapi sudah ikut andil jadi frontliner, jadi kombatan,” ujarnya.

Riri memetakan 4 faktor terjadinya fenomena ini. Pertama, kultur patriarki pada kelompok radikal menuntut perempuan untuk taat apapun perintah suami. Kedua, perkembangan media social mempermudah perempuan untuk mengakses informasi radikal dan berkomunikasi langsung dengan jaringan Daesh di mana pun.

Ketiga, adanya perasaan terancam atas budaya barat yang merusak generasi Islam. Lantas muncul kesadaran perempuan untuk tak hanya melakukan upaya yang dianggap minor seperti melahirkan generasi teroris baru, mendidik dan menopang mereka, namun beralih menjadi pelaku utama yang melakukan hal mayor seperti menjadi pengantin bom bunuh diri.

Keempat, jaringan terror memanfaatkan kerentanan perempuan dalam masyarakat patriarki sebagai strategi. Mereka menggunakan perempuan sebagai alat untuk menyusup ke kandang musuh.

Terakhir, berbeda dengan Al Qaida yang melarang perempaun terlibat bom bunuh diri, Daesh justru menganjurkan itu. Banyaknya pasukan laki-laki yang mati akibat perang menyebabkan mereka berpropaganda merekrut perempuan sebagai pelaku aksi.

Oleh karena itu, Riri mellihat pentingnya pelibatan perempuan dalam upaya penanggulangan terorisme.

“Selama ini terorisme dianggap maskulin, seolah-olah hanya isu laki-laki. Pelibatan perempuan dalam upaya preventif mencegah terorisme menjadi penting,” ujarnya.


*bisa juga dilihat di http://aa.com.tr/id/headline-hari/tersesat-terorisme-lantaran-suami/885724


-->