Friday, August 31, 2012

Ramai Fragmen Perahu Kertas



Kugy patah hati! Di hari ulang tahun Keenan, laki-laki yang ia suka, Kugy urung memberikan kado unik buatannya sendiri. Ia malah pergi meninggalkan Keenan. Meninggalkan sepasang sahabatnya, Noni dan Eko, juga Wanda, sepupu Noni yang cantik dan blasteran.

Semua itu karena Kugy cemburu kepada Wanda. Wanda memang sengaja diperkenalkan Noni dan Eko untuk dijodohkan dengan Kugy. Bukannya mereka sahabat yang tidak baik, sebelum bertemu Keenan, Kugy sudah lebih dulu punya pacar di Jakarta. Namanya Joshua. Kugy cemburu melihat Wanda dan Keenan tampak begitu nyambung. Keenan yang pelukis, dan Wanda yang memiliki yayasan seni. Keenan terperanjat ketika Wanda tertarik pada lukisan Keenan. Tak hanya itu, Wanda yang memang tertarik pada Keenan, mengusulkan agar lukisan Keenan turut tampil pada pameran lukisan yang diadakan yayasannya. Kedekatan Kugy dengan Keenan, juga persahabatan Kugy dengan Noni dan Eko akhirnya luntur gara-gara itu.

Konflik cinta Kugy-Keenan ini tampil dalam film Perahu Kertas. Film ini diadaptasi dari novel dengan judul yang sama hasil garapan Dewi Lestari. Film yang disutradarai Hanung Bramantyo ini baru tayang di bioskop dua minggu kemarin dan berhasil menyedot banyak penonton. Yang menjadi ganjalan dan sangat mengganggu, film ini terlalu diramaikan oleh fragmen-fragmen jalan cerita yang justru mengacaukan fokus cerita tersebut.

Fragmen pertama menampilkan repotnya Kugy pindah dari Jakarta ke Bandung untuk kuliah di jurusan sastra. Dari proses pindah hingga ia tinggal di Bandung dibantu oleh sepasang sahabatnya, Noni dan Eko. Kemudian datanglah Keenan, dari Amsterdam kalau tidak salah, yang juga kuliah di Fakultas Ekonomi di kampus yang sama. Keenan pelukis, sedang Kugy penulis dongeng. Dari pertemuan pertama, kedua anak manusia ini sudah terjalin cinta.

Datanglah Wanda. Cerita kemudian fokus ke Keenan dan Wanda yang asyik mengadakan pameran seni. Dalam fragmen ini, Wanda diceritakan berkorban habis-habisan demi Keenan. Mulai dari membujuk orang tuanya agar lukisan Keenan tampil di pameran, bolak-balik Jakarta-Bandung, sampai membohongi Keenan bahwa lukisannya sudah terjual semua. Meski begitu Keenan tetap tak bergeming. Di ulang tahun Wanda, tahulah Keenan kalau Wanda sendiri yang membeli lukisannya. Semua itu Wanda lakukan demi memperoleh cinta Keenan. Pada pesta inilah puncak sekaligus akhir kisah Wanda dan Keenan.

Keenan kemudian hijrah ke Bali. Ia diusir papanya karena lebih memilih lukisan ketimbang kuliah. Di Bali, Keenan belajar melukis pada mantan pacar mamanya, Pak Wayan. Di bali itu pula Keenan berkenalan dengan perempuan pendiam keponakan Pak Wayan. Perempuan itu kemudian jatuh cinta pada Keenan. Seorang laki-laki Bali nampak cemburu melihat kedekatan Keenan dan perempuan itu.

Sementara itu, Kugy yang sedang patah hati lebih banyak menghabiskan waktunya pada sebuah sanggar anak. Anak-anak sanggar itu bahkan memiliki kedekatan emosional tersendiri pada Keenan. Mereka tidak mau mengikuti lomba kalau Keenan tidak datang.

Pada saat yang sama, Kugy berkonflik dengan Joshua. Perbedaan yang sudah ada sejak lama tiba-tiba saja menjadi kesenjangan antara Kugy dan Joshua. Joshua menganggap Kugy aneh dengan dunia dongengnya. Joshua juga merasa Kugy lebih mementingkan sanggar ketimbang dirinya. Joshua kemudian menawarkan pilihan, anak-anak sanggar, atau turut ke Bali bersamanya. Kugy rupanya lebih memilih anak-anak sanggar ketimbang pacarnya yang egois. Mereka pun putus.

Fragmen kemudian berpindah pada proses Kugy menyelesaikan kuliah, memperoleh pekerjaan baru dan sukses pada pekerjaan itu. Fragman kemudian berlanjut ke cinta lokasi antara Kugy dengan Remi, bos di kantor tempatnya bekerja. Remi rupanya pernah bertemu Keenan di Bali dan membeli lukisannya. Meski begitu Kugy tidak tahu kalau Remi dan Keenan saling kenal.

Fragmen-fragmen ini terlalu ramai. Penonton hanya menyaksikan beragam fragmen tanpa ada kedalaman cerita dari setiap fragmen. Tak ada kedalaman artinya tak ada penghayatan. Sebetulnya benang merah film ini tetap tidak hilang, tetap dalam kerangka percintaan antara Keenan dan Kugy. Meski telah berputar-putar ke fragmen lain, fokus ceritanya akan kembali ke percintaan Keenan dan Kugy. 
 
Kembalinya fragmen ke fokus cerita, setelah penonton diajak berputar-putar ke aneka fragmen, seperti tersadar dari shock yang panjang dan kembali ke realitas kehidupan. Ada kelelahan dari shock yang panjang, dan ada sedikit helaan nafas bahwa penonton kembali ke kehidupan yang riil. Meski nafas telah terhela, kelelahan akibat shock panjang itu tentu saja tak hilang begitu saja. Makanya, film ini, menurut saya, gagal membuat penonton merasa menikmati dan turut masuk ke dalam cerita.

Selain ramai fragmen, film ini juga penuh taburan bintang. Para pemeran utama dalam film ini sebetulnya termasuk pendatang baru. Seperti Maudy Ayunda yang menjadi Kugy, Adipati Dolken yang menjadi Keenan, Sylvia Fully (Noni) dan Fauzan Smith (Eko). Artis terkenal yang tampil adalah pemeran orang tua Keenan, Ira Wibowo dan Agus Melaz. Begitu juga dengan orang tua Wanda. Ibunya Wanda bahkan diperankan langsung oleh Dewi Lestari. Sayangnya ia tampil 2 syut saja.

Beberapa sosok lain yang sudah sangat familiar justru tampil di tengah bahkan di akhir cerita. Reza Rahadian misalnya. Pemeran utama dalam Perempuan Berkalung Sorban ini muncul di tengah cerita ketika ia ke Bali dan tertarik pada lukisan Keenan. Sebelumnya Reza tidak tampil sama sekali. Selanjutnya Reza berperan sebagai bos sekaligus pacar Kugy. Begitu juga dengan Titi DJ. Parahnya, Titi tampil ketika film hampir berakhir. Ia menjadi salah satu keluarga Kugy dalam tampil beberapa syut saja (kalau tidak salah malah sekali syut).

Bintang-bintang bertaburan ini bukannya menambah daya tarik film, tapi justru malah mengacaukan fokus. Bayangkan, ketika kita sedang asyik menikmati cerita, tiba-tiba kita dikagetkan oleh kehadiran Reza di tengah film. Kehadirannya yang tiba-tiba membuat menonton harus menguras energi untuk mengingat alur film dari awal, siapa sosok Reza ini. Kehadiran Titi DJ juga begitu. Perannya yang tidak penting dan hanya tampil dalam beberapa syut saja, setelah itu menghilang. Jika begini sebaiknya Titi DJ tidak usah ditampilkan saja. Seperti pelengkap, tapi membuat kacau rasa. Bagi saya, cerita lebih penting ketimbang bintang-bintangnya.

Satu hal yang saya menikmati betul dari film ini adalah sinematografinya. Dari awal film, kameramen membidik objek-objek dengan angle yang unik dan memikat. Misalnya ketika ia membidik Kugy yang sedang duduk di meja belajarnya. Ia tidak mebidik dari depan, melainkan dari samping, sekaligus membidik cermin di lemari pakaian Kugy. Efeknya sosok Kugy tidak tampil tunggal, melainkan ganda, Kugy yang riil dan Kugy dalam cermin. Komposisi gambarnya pun sesuai dengan the rule of third-nya fotografi dan nyaman ditonton. Banyak angle-angle unik semacam ini yang ditampilkan. Selain itu, film ini juga menampilkan eksotisme alam Indonesia. Bali dengan pantai dan budayanya, keindahan alam di sekitar lokasi sanggar anak, juga hijaunya pegunungan dilihat dari rumah Keenan.

Film yang diadaptasi dari novel, biasanya memang mengecewakan. Bagi saya itu sebetulnya wajar saja. Berbeda dengan novel, film memiliki ruang dan waktu yang terbatas. Biasanya sutradara kepingin memasukan semua isi novel ke dalam film. Namun keinginan itu justru membuat film jadi mengecewakan, terutama bagi pembaca yang sudah membaca novelnya. Meski belum membaca novelnya, tapi tetap saja saya kecewa. Semoga film-film selanjutnya yang diadaptasi dari novel tidak sebegini mengecewakan. Amin.

Thursday, August 23, 2012

Menyoal Aplikasi Komputer untuk Tuna Netra


Patutlah tuna netra berbangga, sebab keterbatasan penglihatan kini bukan lagi halangan untuk menikmati kecanggihan teknologi komputer.
Semuanya berawal dari pertanyaan ibu. Suatu hari pada tahun 2008, Debi Praharadika ditanyai sang Ibu, “Ada nggak ya komputer untuk kaum tuna netra?” Dalam kesehariannya Ibu Debi memang selalu berinteraksi dengan tuna netra. Ia adalah pengajar di SLB tuna grahita. Mendengar pertanyaan itu, muncullah niat Debi untuk menjawab pertanyaan sekaligus harapan sang Ibu. Lantas mahasiswa DIII Teknik Telekomunikasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) ITS ini mengajak kawan karibnya Eko Wahyu Susilo untuk mengerjakan proyek sosial ini.
Akhirnya dari tangan mereka berdua, terciptalah sebuah karya besar, yaitu Sistem Operasi Linux untuk Tuna Netra. Karya ini menggunakan database suara yang terdiri dari Natural Language Processing (NLP) dan Digital Signal Processing (DSP). Cara kerjanya mengkomunikasikan hasil ketikan keyboard Braille ke dalam format suara. Dengan karya itu, kaum tuna netra di Indonesia dapat menggunakan komputer. Tak tanggung-tanggung aplikasi ini dibuat bersifat open source. Dengan begitu, tuna netra dapat mengunduh aplikasi ini secara gratis.
Sistem komputer berbahasa Indonesia untuk tuna netra memang baru pertama kali lahir di tangan Debi dan Eko. Namun sistem komputer untuk tuna netra sendiri sudah pernah ada, hanya saja aplikasinya dalam bahasa inggris.
Awal pertama kali teknologi ini muncul malah mengharuskan penggunanya membeli aplikasi senilai US$1000. Namun kemudian mahasiswa Ilmu Komputer Universitas Brown Jeffrey Bigham mengembangkan aplikasi sejenis dan dibagikan secara gratis. Aplikasi berlabel WebAnywhere itu bias diunduh di http://webanywhere.cs.washington.edu.

Screen Reader: Sang Mesias bagi Tuna Netra
Inilah teknologi yang menjadi mesias bagi para tuna netra. Screen Reader atau Job Access With Speech (JAWS) adalah software yang membantu penderita tuna netra agar bisa menggunakan komputer. Dengan alat ini, para tuna netra akan lebih mudah menggunakan komputer tanpa perlu tergantung pada orang lain. Teknologi ini juga yang membuat berbagai aplikasi sistem komputer, termasuk sistem operasi Linux buatan Debi dan Eko, support untuk tuna netra.
Aplikasi ini ditemukan pertama kali pada 1989 oleh Ted Henter. Ted Henter menciptakan alat ini untuk membantu dirinya yang kehilangan penglihatan saat kecelakaan pada tahun 1978. Screen Reader  kemudian diproduksi secara massal oleh Freedom Scientific di St. Petersburg USA. Freedom Scientific tak lain adalah perusahaan milik Ted Henter dan kawan-kawan seperjuangannya.
Screen Reader dilengkapi layar yang bisa melafalkan teks yang ditampilkan. Cara kerjanya adalah dengan membaca tulisan yang ada pada layar. Misalkan kursor digerakkan ke icon My Komputer, maka akan terdengan bunyi “My Komputer”. Jika kursor bergerak ke arah Recycle Bin, suara yang terdengan adalah “Recycle Bin”.

Dari Blog Sampai Game
Setelah ditemukannya Screen Reader, ada banyak aplikasi komputer yang bisa dinikmati tuna netra. Coba saja tengok Blog Ramaditya. Dilihat sekilas, blog ini tak jauh berbeda dengan personal blog pada umumnya. Isinya berupa artikel dan catatan harian pemiliknya. Tapi siapa sangka jika pemiliknya seorang tuna netra. Nama pemiliknya Raditya. Raditya sendiri yang menggarap blog ini, mulai dari layout, scripting, sampai posting artikel. Meski pemiliknya tuna netra, blog ini tetap dilengkapi dengan gambar yang berkaitan dengan isi tulisan.
Selain blog Ramaditya, tersedia juga Kartunet (karya tuna netra). Situs yang beralamat di www.kartunet.com ini merupakan wadah berkreasi bagi tuna netra yang gemar membuat puisi, cerita pendek atau esai. Seperti halnya blog Ramaditya, Kartunet juga dikelola oleh para tuna netra. Mereka adalah klien Yayasan Mitra Netra, sebuah lembaga nirlaba yang bergerak dalam pendidikan dan pengembangan potensi tuna netra di indonesia.
Selain sistem operasi Linux, tersedia juga Screen Reader JAWS for Windows. Aplikasi yang bisa diakses lewat Screen Reader JAWS for Windows sama seperti aplikasi windows pada umumnya. Sebut saja Notepad dan Windows Media Player. Untuk aplikasi kantor, tuna netra dapat memilih Microsoft Office. Untuk membaca dokumen PDF, telah tersedia Adobe Reader. Bagi tuna netra yang tertarik bahasa pemrograman, ada berbagai software yang bisa digunakan seperti MySQL, Visual Basic, atau Oracle.
Bagi tuna netra yang gemar bermain game, coba klik www.audiogames.com. Game ini bergenre audio-games, yaitu game yang dimainkan menggunakan pendengaran. Pada www.audiogames.com, berbagai audio-games bisa diunduh dan dimainkan. Contohnya game kartu, monopoli dan game perang. Berbagai game menarik juga tersedia di www.darkgrimoire.com. Game online terkenal seperti Ragnarok Online, Pangya dan Warcraft tersedia di situs ini.
Situs yang cukup aksesibel di dunia untuk tuna netra adalah situs Blind Software. Beralamat di www.blindsoftware.com, situs yang dibuat oleh tuna netra bernama Justin Daubenmire ini menyediakan berbagai aplikasi freeware yang bersifat komersial. Berbagai aplikasi bisa diunduh di situs ini. Contohnya game, alarm digital, kalender, sampai video.
Berbagai aplikasi komputer memang telah banyak tersedia. Namun yang patut disayangkan adalah, mereka tak benar-benar bias menggunakannya tanpa bantuan orang lain. Sebab paling tidak, butuh orang dengan penglihatan yang baik untuk menginstal berbagai aplikasi ini.

Dimuat di majalah Jogja Education edisi XV tahun 2010

MEMBACA NASIB KOMIK INDONESIA


Meski tak segemilang dulu, komik Indonesia mencoba bertahan dengan berbagai cara.
Bang Sahid dicekal hansip! Konon ia perlu diamankan karena dicurigai sebagai teroris. “Kebangetan lu pade, gue bukan teroris, kalau nuduh jangan ngasal!” dengan mata melotot, Bang Sahid membela diri. Tapi apa mau dikata, hansip hanya menjalankan perintah, “Pak RT yang bilang, Bang sahid ini bisa dicurigai!” bela salah satu hansip.
Pak RT pun muncul dan mengatakan bukan seperti itu yang dikatakannya, “Saya bilang siapapun bisa dicurigai, jangan diplintir doong…”, ujar Pak RT sambil menyilangkan jari telunjuknya. Kali ini giliran hansip yang melotot tak terima, “Idiih… Pak RT gitu sih! Orang kemaren Pak RT yang bilang begitu… pak RT sendiri yang suka mlintir.” bela hansip. Sebelah tangannya berkacak pinggang.
Itulah cerita dalam komik Lotif karya Beng Rahardian yang dimuat Koran Tempo setiap hari minggu. Sedikit lucu namun sarat kritik social. Kali ini temanya Tukang Mlintir, menceritakan seorang pejabat RT yang dengan seenaknya me”mlintir” ucapannya.
Selain Lotif, komik-komik Indonesia yang bisa ditemui adalah Tekyan karya Yudi Sulistya/M.Arief Budiman, Caroq karya Thoriq/Pe’ong, Panji Koming, Doyok, atau Benny & Mice yang kerap mengisi halaman kompas edisi minggu. Meski kuantitasnya tak sebanyak komik ala jepang, cerita bergambar karya komikus Indonesia ini memberi warna cerah di tengah keterpurukan komik indonesia.

Dominasi Komik Impor
Masa kejayaan komik Indonesia berada pada era komik bertemakan superhero dan tema-tema yang diadaptasi dari cerita pewayangan di tahun 1950-1980an. Tema-tema superhero muncul akibat pengaruh komik amerika dengan tokoh semacam Tarzan, Phantom atau Johnny Hazard yang kala itu kerap menjadi suplemen di surat kabar lokal.
R.A Kosasih yang pertama kali membukukan komik perihal cerita pahlawan wanita bernama Sri Asih. Selain Sri Asih, karakter pahlawan super karya komikus Indonesia di antaranya adalah Siti Gahara, Garuda Putih, atau Kapten Comet yang merupakan transformasi karakter Superman dan Flash Gordon dengan selera local.
Tema-tema pewayangan mulai dilirik komikus Indonesia ketika banyak muncul kritikan perihal adaptasi komik asing dalam komik Indonesia. Lagi-lagi R.A Kosasih yang berjaya menyuguhkan epik Mahabharata dalam bentuk cerita bergambar. Tak hanya di jawa, geliat komik dengan tema budaya nasional marak juga di Sumatera. Komikus yang menyajikan cerita rakyat sumatera yang pernah digemari tahun 1960 hingga 1970an itu di antaranya adalah Taguan Hardjo, Djas dan Zam Nuldyn.
Perkomikan Indonesia kini memang tak secemerlang masa kejayaannya. Komik-komik yang muncul dalam surat kabar atau majalah memang kebanyakan karya komikus dalam negeri. Tapi komik dalam bentuk buku yang merajai pasar Indonesia kini lebih banyak didominasi komik-komik impor, terutama dari jepang dan amerika. Bahkan komik jepang punya style sendiri yang disebut manga dan kini digemari banyak komikus muda Indonesia. Penerbit Indonesia yang kerap menerbitkan manga adalah Elex Media Komputindo dan m&c Comics.
Bambang Toko, pengamat komik sekaligus dosen seni rupa ISI Yogyakarta, mengatakan penyebab fenomena maraknya komik impor ini lebih karena masalah supply dan demand. “Kalau penerbit menerbitkan komik pasti membicarakan industri dan untung-rugi. Karena komik jepang laris di pasaran, maka akhirnya yang mereka produksi juga komik semacam itu,” ujar Bambang. Selain itu, hak membeli edar komik jepang lebih murah daripada komik amerika atau eropa, “Apalagi banyak penerbit Indonesia yang bekerjasama langsung dengan penerbit jepang, contohnya Elex Media Komputindo.” Maka tak heran bila komik Sinchan atau serial cantik lebih mudah ditemui daripada Tintin atau Superman di pasaran.
Komik asli buatan komikus Indonesia tak banyak ditemui di pasaran. Kalau pun ada, karakter komiknya banyak dipengaruhi style manga. Beberapa situs yang memuat informasi seputar pembuatan manga semakin banyak di internet seperti howtodrawmanga.com dan mangauniversity. Bahkan kebanyakan komikus Indonesia beraliran ini memakai nama samaran yang bernuansa kejepang-jepangan. Seperti Anthony Ann, Is Yuniarto atau Anzu Hizawa.

Komunitas Komik Indie: Idealisme VS Batu Loncatan
Kesuksesan komikus indonesia di jajaran dunia perkomikan, tak lepas dari peran komunitas komik yang membentuk mereka. Di Yogyakarta, komunitas semacam ini banyak tumbuh dan berkembang. Sebut saja Dagingtumbuh, Komikaze, ataupun Apotik Komik. Komunitas-komunitas ini dikenal dengan label indie.
Awalnya mereka membuat komik sebagai media ekspresi. Jumlahnya pun tak banyak karena pangsa pasarnya pun tak jelas. “Biasanya komik macam ini diterbitkan dan disebarkan sendiri,” ujar Bambang.
Sekarang ini, komik indie tak hanya sebagai media ekspresi, tapi juga banyak dijadikan sebagai batu loncatan. “Jadi lama kelamaan arahnya pun sama dengan komik mainstream, stylenya macam itu juga,” jelas Bambang. Dari komunitas semacam ini, muncul nama-nama komikus terkemuka seperti Beng Rahardian dan Mail Sukribo.
Komunitas semacam ini pada akhirnya banyak yang lebih berorientasi komersil. Sindu Pradana, pegiat komunitas Katana (komunitas tanpa nama) mengatakan meski terbilang komunitasnya masih merintis, penghasilan dari komik memang bisa menutupi biaya kuliah, bahkan mampu menghidupi mereka. Kini komik karya Katana kerap tampil di majalah Ababil dan surat kabar Harian Jogja.
Sindu mengatakan kerisauannya perihal komik dalam negeri yang kurang dihargai. Nawank, pegiat Katana juga, mengiyakan. Sambil menunjuk selembar komik strip ukuran kertas A4, ia mengatakan di eropa komik seukuran itu dihargai 300 dolar atua sekitar 3 juta rupiah. “Tapi kalau di indonesia, dapat 100 ribu juga sudah bagus.”
Untuk inovasi, Sindu mengatakan sekarang komik bias diaplikasikan ke banyak media seperti sepatu, baju, dll, “Asal medianya bisa digambar,” katanya.
Untuk perkomikan secara umum, Bambang menyarankan sebaiknya prinsip-prinsip industri dijalankan. “Seperti komik doraemon itu. Ada filmnya, merchandisenya, sampai kaos dan iklan juga ada,” katanya. Dengan cara seperti itu, diharapkan komik indonesia lebih banyak dikenal.

Dimuat di Majalah Jogja Education edisi September-Oktober 2009

Ini jaman budaya virtual!


Tak usah heran bila melihat pelajar sekarang tak banyak membawa buku ke sekolah. Sebab “buku” itu sudah mereka bawa, bukan dalam bentuk kertas, tapi dalam wujud soft file tersimpan di flashdisk atau laptop yang mereka unduh lewat e-learning.
Pergeseran budaya dari tradisional menjadi modern mau tak mau memberikan tawaran menarik terhadap sistem dan metode pembelajaran. Pergeseran budaya ini salah satunya ditandai dengan semakin maraknya penggunaan peralatan elektronik berbasis IT (Information Technology) yang bisaa disebut budaya virtual. E-learning atau pembelajaran virtual merupakan wujud nyata produk budaya virtual itu.
E-learning berasal dari dua kata, yaitu e atau elektronika dan learning atau pembelajaran. Jadi E-learning berarti proses pembelajaran menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika semacam audio, video, maupun perangkat komputer. Meski terhitung relatif baru, sudah banyak sekolah di Indonesia yang menggunakan teknologi pembelajaran ini.  
Ari Budiyanto, koordinator lab. komputer SD Muhammadiyah Condong Catur mengatakan tujuan penggunaan E-learning adalah demi efektifitas pembelajaran. “Untuk anak usia SD, bisaanya akan lebih tertarik pada fasilitas-fasilitas seperti audio-visual, soft-edu, dan sebagainya yang bersifat menarik dan interaktif. Jadi e-learning tak hanya untuk mewarnai proses pembelajaran, tapi juga sebagai rekreasi pendidikan,” demikian papar Ari.
Sependapat dengan Ari, Irvan Andi Wiranata, Administrator jaringan komputer SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta mengatakan pentingnya penggunaan e-learning untuk proses pembelajaran. “SMK Muhammadiyah 3 kan sudah menjadi Sekolah Berstandar Internasional (SBI), jadi salah satu kelebihan proses pembelajarannya kami menggunakan e-learning,” terang Irvan. Apalagi sekarang, tambah Irvan, SMK Muhammadiyah 3 dipercaya mengelola ICT (Information and Comunication Technology) center Yogyakarta.

Belajar Kapan Saja, Di Mana Saja
Ada banyak situs e-learning yang terpercaya menyediakan materi-materi pendidikan umum ataupun permatapelajaran. Sebut saja Sekola Maya (sekolahmaya.com, sekolahmaya.net, dan sekolahmaya.org) yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dari Depdiknas. Situs ini menjadi situs percontohan yang diujicobakan sebagai alternatif pembelajaran untuk paket A, paket B atau paket C.
Masyarakat Yogyakarta memiliki portal Jogja Learning Gateway (JLG) dan Jogja Virtual School (JPS) bernama Jogjabelajar.org yang kini dikelola BTKP (Badan Teknologi Komunikasi dan Pembelajaran). Para pendidik dari berbagai sekolah memberikan kontribusi dengan memperkaya materi pembelajaran yang diupload di situs ini.
Selain Sekola Maya dan Jogjabelajar.org, ada banyak situs e-learning baik dari dalam maupun dari luar negeri. Situs-situs yang banyak dikunjungi di antaranya adalah ilmukomputer.com, e-edukasi.net, britishcounsil.org, ristek-encyclopedia.org, maupun Wikipedia.org yang sudah diakui eksistensinya.
Siswa-siswi SD Muhammadiyah Condong Catur maupun SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta sebetulnya tak perlu banyak membuka situs semacam itu. Sekolah mereka telah menyediakan sendiri e-learning untuk efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran.
“Namanya http://www.belajar.muganet.ac.id. Sebetulnya konsepnya sudah 1 tahun lebih. Guru-guru membuat materi pembelajaran dalam bentuk digital dan diupload ke e-learning,” tutur Irvan menceritakan situs e-learning milik SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Sedang situs SD Muhammadiyah Condong Catur beralamat di http://www/sdmuhcc.com.
Prosesnya guru membuat lesson plan dan materi pembelajaran dalam bentuk digital dan diupload ke e-learning sekolah. Selain itu materi-materi lain yang dibutuhkan didownload dari banyak situs untuk melengkapi materi yang ada. “Materi-materi tersebut dipilih dan disesuaikan dulu dengan siswa SD. Materi yang layak, kita unduh dan dikelompokkan sesuai bidang pelajaran,” ujar Ari.
Pada kegiatan belajar mengajar, siswa mengakses langsung materi pembelajaran dari e-learning sekolah. “Sebetulnya e-learning itu sebagai pusat sumber belajar dan virtual school. Jadi e-learning untuk tempat belajar, latihan, dll,” tutur Irvan. Sebagai bentuk dokumentasi, siswa bisa mengunduh materi-materi pembelajaran di e-learning dan disimpan dalam flashdisk atau laptop. Selain itu siswa bisa diberi tugas searching materi tertentu dengan menyisipkan sumbernya.
Selain materi pembelajaran, ujian sekolah terkadang dilakukan lewat e-learning. Siswa mengisi soal yang ada di e-learning, setelah selesai komputer langsung memproses dan nilai langsung bisa tampil. “Hanya saja untuk ujian online waktunya dibatasi dan soal dibuat secara acak, jadi antara siswa satu dengan yang lain soal yang diberikan tidak sama,” Irvan menjelaskan. Cara ini tentu lebih efisien karena cepat dan bisa dilakukan di mana saja.
Dalam prakteknya, kerap ada perbedaan antara materi yang diunduh dari internet dan materi sekolah. “Solusinya kita kolaborasikan saja. Karena kalau kerangka umum sebetulnya sama, hanya kendala teknisnya saja yang berbeda,” ujar Ari. Perbedaan itu, lanjut Ari, justru memperkaya metode pembelajaran.

Melengkapi Database Lewat E-Learning Sekolah
Jika selama ini perannya hanya sebatas penugasan dan interaksi dengan siswa dalam bentuk pengumpulan tugas, adanya situs e-learning sekolah, memungkinkan sekolah membangun dan melengkapi sendiri database yang diperlukan untuk dokumentasi sekolah dan proses pembelajaran. “Setiap sekolah sebetulnya punya data pembelajaran yang luar biasa banyak,” ujar Ari. Maka data-data itu dikumpulkan dalam database yang terintegrasi untuk dikemas di e-learning sekolah.
Materi-materi berupa bahan pembelajaran, film, puzzle, game edukasi, file presentasi, gambar, atau majalah diupload ke e-learning untuk mempermudah siswa dan guru mencari materi pembelajaran. “Segala data yang bisa didigitalkan diupload ke e-learning. Ada sekitar 400an data,” terang Ari. Jika ada siswa atau guru yang perlu informasi tertentu, mereka  tinggal mensearchnya di e-learning. Jika materi tersebut tidak ada, misalnya siswa butuh gambar transformer, gambar itu segera dicari di internet dan ditambahkan ke galeri e-learning.
Siswa SD Muhammadiyah Condong Catur memang diarahkan untuk online lewat situs sekolah tersebut. Langkah ini diambil dengan tujuan memfilter informasi yang masuk, “karena tak semua informasi di internet layak untuk anak seusia SD,” jelas Ari.
Selain guru, siswa juga mengupload hasil kegiatan di intranet. Contohnya siswa membuat puisi dengan tema kemerdekaan. Puisi itu dibuat dalam bentuk power point seindah mungkin, hasilnya nanti diupload di internet. “Pengemasan hasil karya anak justru akan menyuburkan e-learning itu sendiri. Kalau pengguna merasa memiliki, akan ada interaksi,” tutur Ari.

Dimuat di majalah Jogja Education edisi September-Oktober 2009