Begitu turun dari motor, tiga bocah kecil itu berlari menuruni
lembah. Di bawah sana, di depan danau, teronggok badak besar terbuat dari batu.
Ketiganya lantas menaiki badak bercula itu. Maria Ulfah, 22 tahun, membantu
menaiki ketiga bocah itu satu per satu.
Dengan sigap, kakak Maria Ulfah, Ali Khumaeni, 26 tahun,
memasang kamera handphone. Maria Ulfah dan ketiga keponakan kecilnya berpose
dengan berbagai gaya. Dengan lanskap danau biru dan goresan pepohonan hijau di
belakangnya.
Di pojokan danau, Maria melihat perahu tertambat dengan sebuah
pondok di depannya. Persis seperti sebuah rumah di tepi danau dengan pelabuhan
sendiri. Seorang bapak keluar dari pondok itu dan menawarkan jasa naik perahu.
Tarifnya Rp10.000 per orang.
Maria mengiyakan. Lantas menaiki perahu itu disusul keponakan,
juga kakaknya. Perahu meninggalkan tambatan, berdayung mengelilingi danau.
Sabtu siang itu, Maria sengaja menyempatkan waktu berlibur ke
Danau Cigaru, Cisoka, Tangerang. Dari rumahnya di Kresek, Tangerang, ia harus
menempuh perjalanan 22 kilometer dengan kendaraan bermotor.
Meski berasal kabupaten yang sama, mahasiswa Jurusan Farmasi
Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA ini justru memperoleh informasi soal Danau
Cigaru dari teman-teman kampusnya yang telah lebih dulu kesini. Sambil mengajak
keponakannya berwisata, Maria sekaligus ingin membuktikan celoteh
teman-temannya soal keindahan danau ini.
“Ternyata betulan indah. Nggak nyangka di daerah saya ada
tempat seperti ini,” katanya, sumringah.
Jika Maria datang bersama keluarga, Andi Widodo, 29 tahun, menempuh
perjalanan dari Kebayoran ke Danau Cigaru seorang diri. Andi sejak lama
menyukai travelling. Berbalus kaos putih, celana pendek dan ransel di punggung,
laki-laki asal Jawa Tengah ini menempuh perjalanan Jakarta-Danau Cigaru selama
2 jam.
Dari Kebayoran, Andi naik kereta commuterline hingga Stasiun
Tigaraksa. Ia kemudian berjalan kaki sepelemparan batu sampai pangkalan angkot
jurusan Taman Adiyasa – Balaraja. Di Pasar Cisoka, ia turun dari angkot, lantas
melanjutkan perjalanan hingga Danau Cigaru dengan berjalan kaki selama 30
menit. “Lumayan capek, tapi terbayar dengan keindahan tempat ini,” katanya.
Mahasiswa pascasarjana salah satu kampus swasta di Jakarta ini
memperoleh informasi keindahan Danau Cigaru dari media sosial. Ia memilih
mengunjungi tempat ini karena lokasinya tak begitu jauh dari Jakarta, dengan
kemudahan akses transportasi kereta. “Belum ada tempat sejenis di Jabodetabek,”
katanya.
Suhandi, 45 tahun, warga setempat, mengatakan lahan danau ini
milik seorang pengusaha properti asal Kalimantan yang kini menjadi warga
Kampung Jengkol, Cisoka, Tangerang. Mulanya lahan ini adalah tambang pasir seluas
3 ha yang beroperasi sejak 2001. Pasir hasil tambang itu digunakan untuk
membangun sejumlah perumahan yang berdiri di wilayah Cisoka. Diantaranya adalah
Perumahan Taman Kirana Surya, Triraksa Village dan Kota Batara Cisoka. Suhandi
yang kini menawarkan jasa perahu berkeliling danau, dulunya pegawai tambang
pasir itu.
Tahun 2009, pasir di wilayah ini telah habis digali. Bersisa
sejumlah cekungan tanah. “Pasir sudah habis, ya ditinggalkan,” katanya.
Tahun 2015, muncul keajaiban. Air dalam cekungan yang mulanya
berwarna keruh, berubah menjadi hijau kebiruan. Pada waktu-waktu tertentu, air
danau berubah, dari hijau menjadi kebiruan atau dari biru menjadi kehijauan. Ada
3 cekungan berderet yang airnya berubah warna, sedang lainnya tidak. Luas danau
biru ini sekira 1,5 ha. Dengan lanskap deretan pepohonan hijau, danau ini
tampak indah dipandang mata. “Ini karena faktor alam, kekuasaan Yang Maha Esa,”
kata Suhandi.
Sejak itu warga berbondong-bondong mengunjungi Danau Cigaru.
Makin lama informasi keindahan danau ini tersebar luas dan pengunjung makin
ramai.
Awal tenar, pengunjung yang datang mencapai ribuan. Mereka
memenuhi lahan terbuka yang mengelilingi ketiga danau itu. Sejumlah gubuk
bermunculan di pinggir jalan, berderet menjual makanan.
November ini termasuk bulan sepi pengunjung. Tetap saja, jika
hari minggu, pengunjung yang datang bisa mencapai 500an. Mereka tak hanya
berasal dari Jabodetabek, tapi juga berbagai wilayah lainnya. “Pernah waktu itu
ada pengunjung dari Padang semobil datang kesini, cuma mau liat danau ini,”
kata Suhandi.
Bupati Tangerang, Zaki Iskandar, mengunjungi danau ini pada
awal Januari lalu. Hasil penelitian Badan Lingkungan Hidup setempat
menyimpulkan air danau ini memiliki keasaman di bawah angka tujuh. Kadar asam
yang rendah itu menyebabkan air ini tak bisa langsung diminum. Selain soal
kadar asam, perubahan warna terjadi akibat ganggang yang tumbuh di dalam air. “Katanya
sorotan cahaya matahari yang membuat air dengan ganggang itu berubah-ubah
warnanya,” ujar Suhadi.