Sederet
gelar disandangnya: penulis buku, film maker, hingga komika. Berhasil
menyuguhkan tontonan jenaka yang segar dengan embel-embel nama hewan.
Raditya Dika tak ujug-ujug sukses sebagai
penulis cerita jenaka. Ketika menawarkan kumpulan tulisannya ke sejumlah
penerbit, bukunya justru ditolak. Pelabuhan terakhirnya adalah Gagasmedia, yang
dengan lega menerima karyanya, meski ia harus presentasi lebih dulu.
Buku yang diterbitkan tahun 2005 itu berjudul Kambing Jantan: Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh. Berisikan pengalaman sehari-hari Raditya selama menempuh studi di Adelaide, Australia, yang sebelumnya ia narasikan dengan gaya ringan dan jenaka dalam blog www.kambingjantan.com. Buku pertama ini berhasil melambungkan namanya, sekaligus melekatkan identitas komedian pada lelaki kelahiran 28 Desember 1984 ini.
Selain menghadirkan tulisan jenaka dengan gaya segar, Raditya Dika terhitung penulis produktif. Hampir tiap tahun ia menerbitkan buku. Buku keduanya, Cinta Brontosaurus, terbit setahun kemudian, pada 2006. Masih menyoal kisah sehari-hari namun dalam format cerita pendek. Buku berikutnya berjudul Radikus Makan Kakus: Bukan Binatang Biasa terbit tahun 2007 dan Babi Ngesot: Datang Tak Diundang Pulang Tak Berkutang terbit tahun 2008.
Raditya Dika mulai merambah dunia sinema
pada 2009 dengan bermain dalam film Kambing
Jantan: The Movie. Film ini masih bercerita soal pengalaman sehari-hari Raditya
selama di Australia dengan gaya jenaka.
Berselang tahun, Raditya menggarap serial
komedi berjudul Malam Minggu Miko. Berkisah
tentang Miko, laki-laki yang memiliki nasib sial soal cinta. Dalam serial
pendek ini, Raditya berperan sebagai produser, sutradara, penulis naskah dan
aktor sekaligus. Ditayangkan di kanal YouTube, serial ini berhasil diproduksi
sebanyak 2 session, dengan 26 episode masing-masing session.
Malam
Minggu Miko mendulang
sukses besar. Meraup lebih dari 50 juta penonton, ditayangkan di Kompas TV, kemudian
diangkat ke layar lebar dengan judul Cinta
Dalam Kardus.
Sederet bukunya yang lain direproduksi ke
dalam medium film. Diantaranya Cinta
Brontosaurus, Marmut Merah Jambu,
Manusia Setengah Salmon dan Koala
Kumal.
Jika dirunut, semua judul buku yang Raditya terbitkan menyomot nama hewan. Begitu pula film-film besutannya yang merupakan adaptasi dari buku yang ia tulis. Alasan penggunaan nama hewan ini sederhana, Raditya ingin memiliki gaya khas dan konsisten dalam gaya itu. “Sebagai penulis kan gue pingin punya ciri, biar terlihat beda dengan yang lain. Gue pilih filosofi hewan. Film-film yang dibuat dari buku gue juga otomatis judulnya ada nama hewannya,” katanya.
Tak berhenti di ranah buku dan film,
Raditya menjajal tantangan lain dengan tampil di panggung stand up comedy. Predikat
baru yang kemudian disandangnya adalah komika. Di ranah ini, ia meraih sukses
pula. Didapuk menjadi juri sekaligus mentor Stand Up Comedy Indonesia di Kompas
TV, dan Stand Up Comedy Academy di Indosiar. Ia menjadi tokoh penting yang
melahirkan banyak komika baru di Indonesia.
Meski tiga gelar disandangnya sekaligus:
penulis buku, film maker, dan komika, Raditya menyebut dirinya hanya seorang
story teller yang menggunakan beragam medium. Ketika ingin menulis buku, ia
menyampaikan storynya itu lewat medium buku. Begitu pula, ketika menggagas film
atau tampil di panggung stand up comedy, ia menyampaikan kisah jenakanya lewat
medium itu. “Lebih tepatnya gue story teller. Bercerita, mediumnya
berbeda-beda. Kadang lewat medium buku, kadang film, kadang stand up comedy,”
katanya.
No comments:
Post a Comment