Anjing
dikategorikan sebagai hewan kesayangan, bukan untuk diperjualbelikan atau
dikonsumsi, ujar Jakarta Animal Aid Network
Selebritis
Indonesia dan dunia berkampanye untuk mengakhiri kebrutalan perdagangan anjing
di Indonesia. Mereka adalah Chelsea Islan, Sophia Latjuba, Gamaliel Tapiheru,
Ricky Gervais, Joanna Lumley, dan Peter Egan.
Berdasarkan
riset yang mereka lakukan bersama Koalisi Dog Meat Free Indonesia sejak 2014
hingga pekan lalu, terdapat tujuh persen populasi Indonesia mengonsumsi daging
anjing. Terutama di wilayah Manado, Sumatera, Jawa dan Flores.
Koalisi
Dog Meat Free Indonesia yang terdiri dari sejumlah lembaga seperti Jakarta
Animal Aid Network (JAAN), Change for Animals Foundation (CFAF), Animal Friends
Jogja (AFJ) dan Human Society International (HSI).
Hasil
riset itu juga mengungkap bagaimana anjing-anjing diburu secara brutal,
mulutnya diikat rapat, dijual, lantas diangkut ke rumah jagal menunggu giliran
untuk disembelih.
“Daging
anjing itu lalu dijual ke lapo-lapo dan sejumlah restoran, padahal anjing
dikategorikan sebagai hewan kesayangan, bukan untuk diperjualbelikan atau
dikonsumsi,” ujar Direktur Program JAAN Karin Franken kepada Anadolu Agency
pada Kamis di Jakarta.
Konsumsi
daging anjing, ujar Karin, juga berbahaya, berpotensi mengakibatkan menularnya
penyakit rabies.
Hasil
riset World Health Organization (WHO) pada 2008, terdapat sekitar 55.000 warga
dunia mati per tahunnya karena rabies. Sebanyak 95 persen di antaranya berasal
dari Asia dan Afrika.
Di
Asia Tenggara angka kematian rabies juga cukup tinggi. Di Vietnam terdapat
9.000 kasus kematian per tahun, di India 20.000 dan di Filipina 200-300.
Sementara
di Indonesia, berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, terdapat 131 kasus
kematian akibat rabies dalam lima tahun terakhir. Kematian ini terutama
bersumber dari anjing sebanyak 98 persen, lalu sisanya dari kucing dan monyet.
Di
Indonesia, rabies pertama kali ditemukan tahun 1884 pada kerbau di Jawa Barat, tahun
1989 pada anjing dan tahun 1894 ditemukan menular pada manusia. Penyakit itu
lantas menular ke seluruh provinsi di Indonesia.
Jakarta,
ujar Karin, menjadi wilayah dengan contoh baik bagaimana mengurus anjing.
Anjing di Jakarta divaksinasi.
Tak
heran bila Jakarta menjadi satu dari sembilan provinsi bebas rabies. Selain Jakarta provinsi bebas
rabies lainnya adalah Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua dan Papua Barat.
Di
Indonesia, ujar Karin, terdapat 1 juta anjing disembelih untuk dikonsumsi tiap
tahunnya. Jumlah ini masih lebih baik ketimbang Korea Selatan yang menyembelih
3 juta anjing tiap tahun untuk dikonsumsi. “Warga Korea terbiasa mengonsumsi
anjing ketimbang kita,” kata dia.
Di
Jakarta lebih dari 10.000 ekor anjing dipotong lalu didistribusikan ke lapak
dan restoran yang menjual anjing. Berdasarkan penelusuran Koalisi Dog Meat Free Indonesia, anjing-anjing itu disuplai dari Jawa
Barat, khususnya Cianjur.
“Anjing
itu dikirim begitu saja, tanpa dicek dulu kondisi kesehatannya,” kata dia.
Karin
melihat pentingnya vaksinasi dan menjaga kesehatan anjing. Terlebih Indonesia
telah mencanangkan diri untuk Indonesia Bebas Rabies pada 2020 mendatang.
Pihaknya
juga mendorong agar pemerintah mengimplementasikan kebijakan
penggunaan
microchip pada anjing untuk merekam data identitas dan mempermudah pelacakan.
“Kita
tidak bisa sendirian, harus bersama dengan pemerintah,” kata dia.
Di
Yogyakarta, ujar Angelina Pane dari AFJ, makanan berbahan daging anjing dengan
sebutan sengsu (tongseng asu) banyak dijual secara sembunyi. Hal ini berbeda
dengan lapak sengsu di Solo yang dijual terbuka.
Kekejaman
terhadap binatang, ujar Angelina, menjadi kultur di Indonesia. Sejak kecil anak
Indonesia didik untuk memberi label negatif pada binatang, lewat dongeng kancil
mencuri timun misalnya.
“Kalau
ada anjing atau kucing masuk ke rumah, orang tua berpesan pada anak untuk
menyiram dan mengusirnya, akhirnya ini menjadi kultur, padahal edukasi sejak
dini penting agar hati nurani bisa welas asih,” kata Angelina kepada Anadolu Agency.
AFJ
tercatat telah tiga kali mengadakan Focus Group Discussion (FGD) mengenai mengenai
tata niaga perdagangan hewan, khususnya anjing, dengan pemerintah setempat pada
2014 dan awal 2015.
FGD
keempat dengan bahasan pembentukan tim kerja harusnya dilakukan September lalu,
namun masih terkendala sampai sekarang.
“Malah
wacana pemerintah mundur ke belakang, mereka khawatir akan bentrok dengan
penganut agama atau etnis tertentu,” kata
dia.
*tulisan serupa bisa diakses di http://aa.com.tr/id/headline-hari/menuju-indonesia-ramah-anjing-/954484