Saat jagat raya riuh soal tutupnya sejumlah ritel akibat peralihan
teknologi ke online, di sudut lantai dasar Blok M Square berderet toko yang
menjual buku bekas.
Kemarin
sore saya kesana, menyaksikan kertas-kertas menguning beraroma khas dan
tumpukan buku-buku dengan tampilan old style.
Pada
saat yang sama penerbit buku dan sejumlah media cetak menghadapi senjakala.
Berteriak soal naiknya harga kertas dan menurunnya oplah, sementara ongkos
operasional tetap tinggi.
Bagi
#anakZamanNow yang sehari-hari lebih banyak berkutat dengan gawai, laptop dan
internet, melihat lorong penuh buku dengan cahaya temaram itu seperti kembali
ke masa lalu yang jauh. Masa lalu yang entah kapan pernah terjadi.
Sambil
berpikir sampai kapan era cetak akan bertahan dan bagaimana penjual buku bekas
itu memenuhi kebutuhan hidupnya –biaya toko, pegawai, konsumsi, biaya sekolah
anak istri, juga investasi--, seiring terjunnya jumlah pembeli.
Namun
begitu secercah cahaya tetap ada, meski kecil. Saat seorang mahasiswa tampak
tekun memilih majalah desain grafis di salah satu tumpukan.
Ia
mahasiswa dari salah satu kampus swasta di Jakarta dan sengaja berburu majalah
di tempat ini demi memperoleh rujukan tugas kuliah.
Laki-laki
berambut belah tengah itu meneteng dua majalah sambil memberikan beberapa puluh
ribu saja pada si penjual. Murah sekali.
Sementara
saya seakan memperoleh durian runtuh saat mendapati novel yang saya cari sejak
2 tahun lalu bertengger di tempat ini.
Judul
novelnya apa, hmm, rahasia, biar penasaran :)
No comments:
Post a Comment