Aksi teaterikal Teater Kubur tak dibatalkan meski diiringi hujan gerimis. Persiapan menuju pentas di India.
Foto oleh Nufus |
Dalam konteks ini, jas tersebut mewakili kepentingan gerombolan itu. Metafora arus besar yang dibawa oleh globalisasi dan menyerbu sebuah bangsa. Jas bukanlah produk lokal Indonesia. Ia nilai baru yang berasal dari luar dan dipaksakan untuk dikenakan masyarakat lokal. Bersama itu, segala persoalan dimunculkan. Mulai urusan, kolonialisme, agraria, isu lingkungan, hingga terorisme.
Demikian kiprah Tetar Kubur membawakan naskah On-Off (Rumah Bolong) di antara hujan gerimis Sabtu sore pekan lalu. Arena permainannya adalah satu sudut di kompleks Taman Pemakaman Umum Rawabunga, Jatinegara, Jakarta Timur. Penontonnya berjejeran di tenda depan panggung dan bocah-bocah bergerombol di sampingnya.
Pertunjukan itu adalah latihan terakhir atas lakon yang naskahnya ditulis oleh dedengkot Teater Kubur, Dindon WS. Lakon tersebut akan dibawakan di India untuk mengikuti 11th International Theatre Festival yang diselenggarakan oleh All India Cultural Association di Bareilly, India, 26-30 Januari 2016.
Dalam lakon yang melibatkan 18 aktor ini, Dindon sekaligus juga pegang peranan sebagai sutradara, produser, sampai mengurusi praktek artistik panggung hingga kostum.
Bukan kali pertama Teater Kubur mementaskan On-Off. Pada 2008 lalu, naskah ini dibawakan di Setagaya Public Theatre of Tokyo, Jepang. Dua tahun kemudian, naskah yang sama pentas di Teater Salihara, Jakarta.
Adegan pembuka On-Off pada ketiga pentas itu sama. Di atas panggung, sejumlah aktor tampak seperti sedang melakukan peregangan dan pemanasan. Satu per satu aktor berjalan melintasi panggung, dan, tahu-tahu pentas dimulai. ''Ini teater telanjang, tidak perlu ditutup-tutupi,'' kata Dindon, yang selama pentas sore itu mengamati sambil jongkok di depan panggung.
Secara umum, Dindon bilang tidak ada perubahan signifikan dalam lakon On-Off yang telah dibawakan sebelumnya dengan versi yang akan dibawakan di India. Durasinya sama terentang dalam1,5 jam. Terhitung hanya cuilan adegan saja yang ditambah atau dihilangkan.
Kalau ada perbedaan yang bisa dibilang kentara, letaknya pada artistik panggung. Jika pada dua pentas sebelumnya, terutama di Salihara, Dindon ''hanya'' menyematkan garis putih melingkar di lantai dan tirai sebagai penanda backstage, untuk versi India ia menggunakan rangkaian bambu setengah melingkar.
Sejak berdiri pada 1982, ajang di India ini akan menjadi kali ketiga Teater Kubur pentas di panggung internasional. Selepas pentas di Tokyo, Teater Kubur sempat beraksi di panggung teater di Swiss. Dan Kubur bukan satu-satunya kumpulan teater asal Indonesia yang manggung di India. Terakhir, Desember 2013, Teater Tanah Air pimpinan Jose Rizal Manua pernah pentas di New Delhi dalam ajang International Childrens Festival of Performing Arts.
No comments:
Post a Comment