Sebagai
bisnis kreatif yang mengurusi pembangunan branding, Makna Creative memiliki
prospek cemerlang. Menggiurkan dari sisi ekonomis sekaligus menuntaskan hasrat bertravelling.
Keenan Pearce, 25 tahun,
memperoleh tawaran besar, alumnus jurusan Manajemen Universitas Pelita Harapan
ini diminta membuat kampanye media sosial untuk maskapai penerbangan Batik Air.
Pada 2014 itu Batik Air baru saja melaunching media sosial dan kepingin akun
tersebut leading di jagat persosmedan. Kompensasi yang ditawarkan menggiurkan,
berkisar dua pertiga miliar.
Dengan tawaran sebesar itu,
Keenan membutuhkan bendera. Menggandeng Ernanda Putra, 32 tahun, alumni
almamater yang sama, yang telah satu dekade menekuni desain grafis dan
fotografi. Keduanya merintis sebuah perusahaan yang bergerak di sektor jasa
pembangunan branding, aktivasi media sosial dan visual dengan nama Makna
Creative pada 7 Oktober 2014.
Sudah sejak lama Ernanda
kepingin memiliki perusahaan dengan nama yang berasal dari bahasa sendiri. Nama
Makna, yang berarti arti, sengaja dipilih dengan harapan perusahan mereka dapat
berarti bagi banyak orang.
Di bawah bendera Makna
Creative, Keenan dan Ernanda berkeliling ke sejumlah kota di Indonesia demi
mengabadikan rute dan destinasi Batik Air. Dengan kampanye media sosial #BatikJelajahNusantara,
permintaan perusahaan yang hanya 10.000 follower dapat terpenuhi, bahkan hingga
15000 follower selama 4 bulan.
Selepas itu, tawaran pekerjaan
datang silih berganti. Klien berdatangan mulai dari Adidas hingga Cathay
Pacific. “Bisnis ini memiliki prospek menarik. Di Indonesia belum banyak
perusahaan yang bermain,” kata Ernanda.
Kedua laki-laki muda yang hobi
berbelanja ini memang pilih-pilih profesi. Mereka melakoni pekerjaan yang
mengandung 3 hal. Menggiurkan dari sisi ekonomi, memacu untuk terus belajar dan
berkembang, juga bisa membawa keduanya bepergian kemana saja. “Makna Creative
jawabannya,” kata Keenan, sumringah. Setiap bepergian, mereka menambahkan
#perjalananbermakna.
Tahun pertama berdiri, Makna
Creative tak memiliki tempat untuk berkantor. Mereka menjadikan café atau
apartemen sebagai tempat merumuskan ide dan melakoni pekerjaanbersama. “Kami
memanfaatkan apa yang ada,” kata Keenan.
Tahun berikutnya, kantor resmi
Makna Creative terwujud. Di lantai 2 Southbox, Jakarta Selatan, Keenan dan
Ernanda, juga 2 pegawai yang direkrut kemudian, berkreasi.
Makna Creative berupaya merubah
tatanan mainstream soal bisnis kreatif hanya dikerjakan di kantor. Selain
bepergian, Makna Creative menggali inspirasi dari mana saja. Dari arsitektur
yang ditemui di jalanan, karya seni, film, atau bahkan berbincang bersama
teman. Perbincangan pun tak sebatas obrolan ringan, tapi juga soal politik
terkini. “Kita mengerjakannya dengan santai dan riang, tapi tetap serius,” kata
Keenan.
Umumnya pola kerja bisnis
kreatif berjibaku tak kenal waktu. Makna Creative memiliki tradisi berbeda.
Mereka menerapkan jam kerja layaknya jam kantor, mulai pukul 10 hingga pukul 6
sore. Tak ada waktu lembur, tak ada pekerjaan yang dilakukan di malam hari.
Penerapan jam kerja itu justru bertujuan agar mereka memaksimalkan pekerjaan dan kreatifitas. “Semua pekerjaan harus selesai sebelum jam pulang. Jadi efektif. Di luar Makna, kami ada kehidupan yang harus dijalani, kehidupan keluarga dan kumpul bersama teman-teman,” kata Ernanda.
Penerapan jam kerja itu justru bertujuan agar mereka memaksimalkan pekerjaan dan kreatifitas. “Semua pekerjaan harus selesai sebelum jam pulang. Jadi efektif. Di luar Makna, kami ada kehidupan yang harus dijalani, kehidupan keluarga dan kumpul bersama teman-teman,” kata Ernanda.
No comments:
Post a Comment