Thursday, October 27, 2011

Berkat Sayang Pacar, Usaha Hamster Maju Pesat

Denny Yusrizal Siregar memulai usaha hamster benar-benar tanpa sengaja. Suatu hari pacarnya, Siwi, minta dibelikan hamster untuk dipelihara di kamar kosnya. Harganya waktu itu Rp 15 ribu per ekor. Waktu itu Juni 2010. Danny membelikan hamster untuk Siwi sampai beberapa kali. Siwi memberi hamster itu makanan dari biji-bijian seperti kwaci, beras merah, biji milet, pelet koi dan jagung.

Meski sama-sama penyuka binatang, Denny justru jijik pada hamster. “Waktu pertama kali pegang, tangan saya ia gigit. Dengan refleks ia langsung saya lempar,” kenang Denny yang sebelumnya sudah menggeluti usaha ternak kucing. Namun lama-kelamaan Denny turut menyukai hamster. Apalagi ketika hamster yang dipelihara Siwi beranak-pinak dan bertambah banyak.

Ketika masa jual tiba, tengkulak menawarnya seharga Rp 3500. Denny menolak harga itu dan membawa pulang kembali hamsternya.

Seorang teman memberi saran agar Denny berjualan hamster di Sanmor, pasar kaget yang rutin tiap hari minggu di sekitaran UGM-UNY. Pangsa pasarnya sudah jelas, anak-anak dan mahasiswa yang menyukai binatang, khususnya hamster.

Penjualan pertama, bukannya untung justru malah buntung. Omset yang diperoleh Rp 200 ribu, namun kerugian yang diderita Rp 400 tibu. “Waktu tu 10 hamster mati karena kepanasan. Padahal itu hamster yang harganya paling mahal,” tutur Danny.

Kerugian itu belum genap karena Danny juga harus membayar 3 orang teman yang membantunya berjualan. Namun niat Danny tak juga surut, ia tetap melanjutkan usaha hamster. Bahkan ia memberi label D&S untuk usahanya, yang merupakan kependekan dari Danny dan Siwi. Peran pun dibagi, Siwi mengelola ternak sementara Danny sebagai marketing.

Oktober 2010 D&S mulai membuka toko di Jl Perumnas Condongcatur Yogyakarta setelah memperoleh pinjaman uang Rp 6 juta dari adik Danny. “Uang itu saya gunakan untuk oper kontrak toko Rp 4 juta, sisanya saya belanjakan hamster dan perlengkapannya,” ujar Danny.

Lama-kelamaan kamar kos Siwi, juga kamar kos di sebelahnya yang sengaja disewa untuk berternak hamster tak lagi memadai. Mereka kemudian mengontrak sebuah rumah yang memiliki 3 kamar tidur. Dua kamar yang besar digunakan untuk ternak hamster, sedang 1 kamar yang kecil digunakan untuk tempat tinggal Danny.

Dari 4 jenis hamster, Dnny memelihara 3 jenis saja, yaitu cambell, winter dan roborobsky. Sedangkan jenis syrian tidak ia pelihara karena asupan makannya banyak dan postur tubuh yang memerlukan banyak tempat.

Hamster terhitung binatang yang cepat beranak-pinak. Hamster jenis cambell akan siap masa kawin setelah berusia 3 bulan. Jenis winter siap masa kawin pada usia 4 bulan, sedang roborobsky 7 bulan. Anak-anak mereka akan lahir setelah masa kehamilan 20 hari. Setelah lahir, bayi hamster bisa disapih di usia 20 hari dan ibu hamster sudah bisa dikawinkan kembali. Jika sudah pernah beranak 1 kali, hamster-hamster itu akan beranak tiap bulan.

Hamster-hamster itu D&S jual seharga Rp 8 ribu – Rp 25 ribu untuk jenis cambell dan Rp 10 ribu – Rp 70 ribu untuk jenis winter. Sedangkan jenis roborobsky dijual seharga Rp 25 ribu sampai Rp 45 ribu.

Selain ternaknya, D&S juga menjual aneka perlengkapan hamster seperti makanan, rumah, dot, kincir, terowongan, pasir wangi untuk mandi, bola-bola dan serbuk kayu untuk alas. Rumah dengan aneka perlengkapannya dijual seharga Rp 25 ribu sampai Rp 75 ribu. Biji-bijian untuk makanan dijual seharga Rp 5 ribu. Pasir dan serbuk kayu dijual masing-masing seharga Rp 5 ribu, dot Rp 10 ribu dan kincir Rp 15 ribu.

Ramainya pasaran hamster di Yogyakarta mengikuti musim. Menjelang lebaran atau ketika maraknya mahasiswa baru berdatangan, pasaran hamster sedang ramai. “Dua bulan menjelang lebaran yang ramai, sedangkan September-November ini kurang begitu ramai,” ujar Danny dan Siwi yang sama-sama alumnus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini.

Selain itu, kadang juga muncul tren jenis hamster tertentu. Beberapa bulan yang lalu sempat tren hamster jenis winter golden mata merah. Begitu banyak orang mencari jenis hamster tersebut. Harga di pasaran bisa mencapai Rp 150 ribu per ekor. Jika tren surut dan berganti jenis lainnya, harganya pun turun menjadi beberapa puluh ribu saja.

Omset yang diperoleh D&S dari Sanmor saja mencapai Rp 800 ribu – Rp 4 juta sekali berjualan. Sedangkan omset dari toko, perharinya rata-rata Rp 300 ribu. Dari omset itu, laba yang diperoleh sekitar 70% untuk hamster dan 30% untuk perlengkapannya.

D&S sempat juga memajang jualannya di situs-situs internet dan jejaring sosial. Namun Danny merasa terganggu ketika banyak pelanggan menghubunginya di luar jam kerja. Apalagi kebanyakan pemesan minta dikirim hamster ke luar jawa.

Pengiriman binatang ke luar pulau bukanlah perkara mudah. Ada berbagai syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu, seperti ribetnya birokrasi perijinan dari pulau asal ke pulau tujuan, serta jumlah hamster yng dikirim minimal 9 ekor. Kesulitan itu belum ditambah dengan biaya pengiriman yang terlampau mahal, “Jadinya biaya kirim jauh lebih mahal dibanding harga hamsternya,” tutur Danny. Walhasil, penjualan di luar Yogyakarta yang terjangkau baru sampai Tegal dan Bayuwangi saja. Itu pun karena jasa teman yang membawakan.

No comments:

Post a Comment