Nina dan Riza, mahasiswa asli Yogyakarta menyukai barang-barang yang unik. Namun mereka sering kesulitan karena barang unik sulit dicari. Jimmy Simarmata dan Erwin juga mengalami hal yang sama. Makanya mereka sering berkunjung ke Klitikhan, pasar barang bekas yang ada di Yogyakarta. Di Pasar itu, barang-barang bekas dijual di pinggir jalan. Pengunjungnya ramai sekali. Kadang di pasar itu mereka menemukan barang langka yang selama ini sulit dicari. Namun tak semua orang berani berkunjung ke pasar yang tempatnya gelap dan harus berhimpit-himpitan dengan orang tak dikenal.
Melihat potensi bisnis itu, Jimmy Simarmata dan Erwin berpikir untuk menjual barang bekas dengan konsep modern. Mereka survey ke toko barang bekas yang ada di Bandung. Juni 2005 mereka membuka Barkas, toko yang menjual barang bekas di Jl Affandi Yogyakarta. “Ada orang punya tas, karena bagusnya sampai awet. Begitu ada model baru ia beli lagi dan yang lama hanya menumpuk di gudang. Sementara di lain tempat ada orang tidak bisa membeli tas. Nah, kenapa tas yang tidak terpakai tadi tidak dititipkan saja dan kita jual. Agar yang tidak bisa membeli tas baru itu bisa memakai tas,” ujar Jimmy menceritakan alasan lainnya.
Konsumen utamanya mahasiswa, karena perputaran mahasiswa di Yogjakarta cepat sekali. “Yang baru datang, yang lama pergi. Yang baru butuh barang. Yang lama butuh jual barang,” tutur Jimmy. Tapi karena barangnya beraneka ragam, akhirnya konsumen Barkas merambat ke semua golongan. Ada mainan untuk anak-anak, alat-alat musik, furnitur dan perlengkapan rumah tangga. Mekanisme penjualannya dengan sistem penitipan dengan jasa penitipan sebesar 10% dari harga jual. Harga jual ditentukan dengan kesepakatan bersama. Semakin unik barang yang dititipkan, semakin cepat penjualan. Dengan mekanisme seperti itu, Barkas bisa memperoleh omzet lebih dari Rp 150 juta perbulan.
Nina dan Riza akhirnya sering mengunjungi Barkas. “Keberadaan Barkas sangat membantu. Saya pernah memperoleh kamera bekas yang lucu di sini, lebih sering sih membeli hiasan mobil yang unik untuk melengkapi koleksi. Biar bekas dan sudah jelek tidak apa-apa, yang penting unik, “ tutur Nina dan diiyakan dengan Riza.
Modal awal dibutuhkan untuk sewa tempat, display dan gaji karyawan. Barkas menyewa satu ruko Rp 50 juta per tahun. Untuk display tidak sampai Rp 10 juta, karena Jimmy dan Erwin juga mendisplay barang bekas milik pribadi yang sudah tidak terpakai. Selain itu mereka juga membeli barang bekas dari luar dan etelase bekas yang kemudian dijual juga. Awalnya karyawan hanya 6 orang dengan 2 shift. Kini karyawan berjumlah 30an dan ruko diperlebar menjadi 3 ruko.
Baru berumur 6 bulan, Barkas menarik perhatian Sri Sultan Hamengkubuwono x. Jimmy dan Erwin dipanggil ke Kraton dan diminta untuk mempromosikan Barkas dengan namanya. Sultan tidak mau masyarakatnya terlalu konsumtif. “Kalau punya barang bekas tidak dipakai, kenapa tidak dijual saja, di luar sana banyak orang yang tidak bisa membeli barang baru. Saya senang dengan usaha ini. Saya senang orang-orang tidak konsumtif dengan barang baru terus, barang bekas juga bisa dimaksimalkan penggunaannya,” Jimmy menirukan ucapan Sri Sultan waktu itu. Untuk contoh nyata, Sri Sultan dan istri turut menitipkan barang bekasnya di Barkas.
Banyak penitip tak rela menjual barang bekasnya dengan harga murah. “Untuk kasus seperti itu kita nego harga. Misalnya orang menitip lemari seharga 1 juta. Kemudian ada yang menawar seharga 700 ribu. Pemiliknya kita hubungi, mau tidak dengan harga segitu,” ujar Jimmy. Setelah barangnya terjual, penitip bisa mengambil uang hasil penjualan pada tanggal yang telah ditentukan, yaitu tanggal 5, 10, 15, 20 dan 27 setiap bulannya.
Masa penitipan selama 20 hari. Setelah melewati masa itu, penitip bisa memperpanjang sampai 2 kali. Jika setelah 60 hari masa penitipan tidak juga laku, berarti ada yang salah, misalnya harga terlalu mahal.
Banyak juga penitip yang tidak mengurus administrasi meski masa penitipan habis. Dengan begitu toko lebih mirip seperti gudang. “Makanya sekarang dibuat aturan kalau tidak diurus 7 hari setelah masa penitipan habis, hari berikutnya barang kita sale agar tidak rusak di sini,” jelas Jimmy. Sale dimulai dengan potongan 25%. Kalau tidak laku dinaikan menjadi 50%, kemudian 75%, sampai 100%.
Ruko 3 lokal pun tempat masih terasa kurang luas. Terutama untuk mebel dan furniture yang berjubel sampai didisplay di luar. Padahal mebel bisa laku cepat kalau harganya bagus. Untuk mebel dan furniture antik, Jimmy sering kesulitan memprediksi harga karena tidak ada harga standarnya.
Pada 2006 Barkas membuka cabang di Jl Kaliurang, yang kini telah pindah ke Ruko Pogung Permai, tak jauh dari Jl Kaliurang. Kini Barkas tak hanya menjual barang bekas, tapi juga barang baru tapi unik. Penitip barang pun melihat peluang dengan menitipkan barang-barang unik.
No comments:
Post a Comment