Tahun baru.
Petasan, jagung bakar, kembang api.
Sudah sampai di manakah impian?
Monday, December 31, 2012
Sunday, December 30, 2012
Judul Buku : 123 Ayat Tentang Seni Penulis : Yapi Tambayong Penerbit : Nuansa Cendekia, Bandung, Agustus 2012, 298 halaman |
Situasi seni Indonesia saat ini berada pada posisi sesat nalar. Banyak istilah-istilah kesenian yang keliru berseliweran diantara penyair dan masyarakat awam. Kekeliruan penggunaan istilah ini mengakibatkan pemahaman yang rancu soal seni. Ironisnya kekeliruan ini bersumber dari buku-buku yang menjadi referensi banyak orang, salah satu buku itu adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Parahnya lagi, kekeliruan itu diwariskan lembaga pendidikan melalui tuturan para pengajar mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Seni Indonesia saat ini juga masih memosisikan diri sebagai inlander. Pengalaman sebagai bekas bangsa jajahan menjadikan kita kerap minder pada seni dan kebudayaan sendiri. Pada benak kita, seni dan kebudayaan barat lebih unggul dan lebih paripurna.
Kondisi kritis tersebut membuat Yapi Tambayong mengambil tindakan. Melalui buku berjudul 123 Ayat Tentang Seni, Yapi mencoba meletakan kembali pondasi-pondasi mengenai seni. Ia memaparkan lima bagian seni, yaitu susastra, musik, drama, rupa dan film dalam bentuk ayat yang masing-masing berisi 123 ayat. Seperti do-re-mi dalam tangga nada, 123 berarti juga muasal. Tiap-tiap ayat terdiri dari satu paragraf yang menjelaskan satu perihal. Seperti yang dipaparkan Yapi dalam kata Pengantar, buku ini adalah “buku yang menyajikan pengertian asasi kepelbagaian kesenian dalam ladang bahasan keindahan yang menyeluruh namun mufrad.”
Penulis buku ini, Yapi Tambayong, yang lebih kita kenal dengan sebutan Remy Sylado. Ia pertama kali memulai karier sebagai wartawan. Yapi yang menguasai beragam bahasa ini mulai dikenal luas dengan berbagai novelnya, diantaranya Ca Bau Kan, Kembang Jepun, Sam Po Kong dan Paris van Java. Selain pada bidang sastra, Yapi banyak berkiprah dalam keempat bidang lain yang ia bahas pada buku ini. Ia banyak menulis buku-buku mengenai musik, drama, seni rupa dan membuat berbagai filmografi. Salah satu filmografi karya Yopi yang terkenal berjudul Taksi yang ia buat pada 1990.
Selain membuat karya, Yapi juga dikenal aktif mengajar di berbagai perguruan tinggi di Bandung dan Jakarta. Sejak 1970 ia mengajar di Akademi Sinematografi Bandung. Ia juga mengajar di Institut Teater dan Film, dan Sekolah Tinggi Teologi.
Melihat kiprahnya yang sudah malang-melintang di dunia seni, baik sebagai praktisi maupun pakar, memang sudah saatnya Yapi membuat satu karya utuh dari pemahaman yang berbeda mengenai seni. Pada 123 Ayat Tentang Seni, tak hanya memaparkan wacana, tapi sekaligus kritik wacana dengan menerobos pakem-pakem seni yang selama ini ada. Meski ilmiah, gaya bertutur Yapi membuat buku ini enak dibaca oleh kalangan manapun.
Kabut di Kedalaman Matamu
Aku menemukan kabut di kedalaman matamu. Dingin dan muram. Kucoba menghapus kabut itu, namun ia berubah menjadi hujan deras dan membadai. Dan kamu menghilang di tengah hujan.
Friday, October 12, 2012
Pengemis-pengemis Jembatan Salemba UI
Hampir di setiap sudut jalanan Jakarta ada pengemis. Itu pasti. Kali ini saya memotret pengemis di jembatan Salemba UI pada sisi sebelah timur. Ada dua pengemis di sana, di tangga dan di pelataran tangga.
Pengemis yang berada di pelataran tangga ini tampak seperti bertangan buntung. Tapi sepertinya tidak, sebelah tangannya ia masukan ke dalam baju. Ia memakai topi hingga menutupi sebagian besar mukanya.
Pada foto ini, ia tampak sedikit tegak. Orang yang mengenalnya bisa jadi tahu siapa ia. Tak mudah saya memperoleh foto ini. Ketika saya foto, ia selalu berusaha menunduk. Barangkali agar wajahnya tak dikenali. Ah, peduli apa, saya pun tak kenal dia.
Saya memang tak begitu suka pengemis. Tapi barangkali ia tak punya pilihan atau apapun maka menjadi pengemis.
Entah mengapa pengemis tua ini bertelanjang dada. Kondisinya lebih memprihatinkan ketimbang pengemis gadungan di atas. Apalagi ia juga sudah lanjut usia.
Ini dia wajah sang bapak tua pengemis.... |
Sedikit out of context, saya tambahkan suasana di atas jembatan....
Thursday, October 11, 2012
Pada Perhentian Stasiun
Dari Yogyakarta, Senin kemarin saya kembali ke Jakarta dengan Kereta Bogowonto. Dijadwalkan pukul 7.30, kereta ekonomi AC ini berangkat pukul 8. Kereta yang cukup nyaman dengan harga murah-meriah, hanya Rp140.000 saja.
Seperti biasa, setiap ada pergantian penggunaan jalur, salah satu kereta harus mengalah. Keretaku berhenti di Stasiun Linggapura, sekitaran Tegal. Bagi beberapa orang, perhentian ini memuakkan. Perhentian artinya penundaan jadwal sampai. Tapi bagi saya, perhentian artinya foto-foto. Apalagi kalau pemandangan di sekitar stasiun itu menarik.
Kebetulan, Stasiun Linggapura dikelilingi pegunungan dan lahan terbuka. Pak Agus, Security kereta sempat menyebutkan nama beberapa bukit. Tapi saya lupa nama bukit itu :D :D...
Diantara pegunungan yang saya lupa namanya itu, ada cerita menarik. Jadi di gunung itu tinggal beberapa warga. Kata Pak Agus, ada sekitar 4 rumah di sana. Mereka tinggal jauh dari puncak kok. Anak-anak mereka tidak sekolah dan tidak juga bergaul dengan anak-anak di kaki gunung. Kebutuhan sehari-hari mereka peroleh dari ladang. Kadang-kadang mereka turun gunung untuk menjual hasil kebun dan membeli berbagai kebutuhan. Konon, mereka sama seperti warga kaki gunung, menggunakan aneka barang yang sama untuk kebutuhan sehari-hari. Misalnya minyak goreng. Padahal minyak goreng diperoleh dari hasil olahan yang tidak sederhana. Jadi katanya warga gunung ini dulunya warga kaki gunung juga. Entah apa penyebabnya mereka tinggal di sana.
Friday, August 31, 2012
Ramai Fragmen Perahu Kertas
Kugy patah hati! Di hari ulang tahun Keenan, laki-laki yang ia suka, Kugy urung memberikan kado unik buatannya sendiri. Ia malah pergi meninggalkan Keenan. Meninggalkan sepasang sahabatnya, Noni dan Eko, juga Wanda, sepupu Noni yang cantik dan blasteran.
Semua itu karena Kugy cemburu kepada Wanda. Wanda memang sengaja diperkenalkan Noni dan Eko untuk dijodohkan dengan Kugy. Bukannya mereka sahabat yang tidak baik, sebelum bertemu Keenan, Kugy sudah lebih dulu punya pacar di Jakarta. Namanya Joshua. Kugy cemburu melihat Wanda dan Keenan tampak begitu nyambung. Keenan yang pelukis, dan Wanda yang memiliki yayasan seni. Keenan terperanjat ketika Wanda tertarik pada lukisan Keenan. Tak hanya itu, Wanda yang memang tertarik pada Keenan, mengusulkan agar lukisan Keenan turut tampil pada pameran lukisan yang diadakan yayasannya. Kedekatan Kugy dengan Keenan, juga persahabatan Kugy dengan Noni dan Eko akhirnya luntur gara-gara itu.
Konflik cinta Kugy-Keenan ini tampil dalam film Perahu Kertas. Film ini diadaptasi dari novel dengan judul yang sama hasil garapan Dewi Lestari. Film yang disutradarai Hanung Bramantyo ini baru tayang di bioskop dua minggu kemarin dan berhasil menyedot banyak penonton. Yang menjadi ganjalan dan sangat mengganggu, film ini terlalu diramaikan oleh fragmen-fragmen jalan cerita yang justru mengacaukan fokus cerita tersebut.
Fragmen pertama menampilkan repotnya Kugy pindah dari Jakarta ke Bandung untuk kuliah di jurusan sastra. Dari proses pindah hingga ia tinggal di Bandung dibantu oleh sepasang sahabatnya, Noni dan Eko. Kemudian datanglah Keenan, dari Amsterdam kalau tidak salah, yang juga kuliah di Fakultas Ekonomi di kampus yang sama. Keenan pelukis, sedang Kugy penulis dongeng. Dari pertemuan pertama, kedua anak manusia ini sudah terjalin cinta.
Datanglah Wanda. Cerita kemudian fokus ke Keenan dan Wanda yang asyik mengadakan pameran seni. Dalam fragmen ini, Wanda diceritakan berkorban habis-habisan demi Keenan. Mulai dari membujuk orang tuanya agar lukisan Keenan tampil di pameran, bolak-balik Jakarta-Bandung, sampai membohongi Keenan bahwa lukisannya sudah terjual semua. Meski begitu Keenan tetap tak bergeming. Di ulang tahun Wanda, tahulah Keenan kalau Wanda sendiri yang membeli lukisannya. Semua itu Wanda lakukan demi memperoleh cinta Keenan. Pada pesta inilah puncak sekaligus akhir kisah Wanda dan Keenan.
Keenan kemudian hijrah ke Bali. Ia diusir papanya karena lebih memilih lukisan ketimbang kuliah. Di Bali, Keenan belajar melukis pada mantan pacar mamanya, Pak Wayan. Di bali itu pula Keenan berkenalan dengan perempuan pendiam keponakan Pak Wayan. Perempuan itu kemudian jatuh cinta pada Keenan. Seorang laki-laki Bali nampak cemburu melihat kedekatan Keenan dan perempuan itu.
Sementara itu, Kugy yang sedang patah hati lebih banyak menghabiskan waktunya pada sebuah sanggar anak. Anak-anak sanggar itu bahkan memiliki kedekatan emosional tersendiri pada Keenan. Mereka tidak mau mengikuti lomba kalau Keenan tidak datang.
Pada saat yang sama, Kugy berkonflik dengan Joshua. Perbedaan yang sudah ada sejak lama tiba-tiba saja menjadi kesenjangan antara Kugy dan Joshua. Joshua menganggap Kugy aneh dengan dunia dongengnya. Joshua juga merasa Kugy lebih mementingkan sanggar ketimbang dirinya. Joshua kemudian menawarkan pilihan, anak-anak sanggar, atau turut ke Bali bersamanya. Kugy rupanya lebih memilih anak-anak sanggar ketimbang pacarnya yang egois. Mereka pun putus.
Fragmen kemudian berpindah pada proses Kugy menyelesaikan kuliah, memperoleh pekerjaan baru dan sukses pada pekerjaan itu. Fragman kemudian berlanjut ke cinta lokasi antara Kugy dengan Remi, bos di kantor tempatnya bekerja. Remi rupanya pernah bertemu Keenan di Bali dan membeli lukisannya. Meski begitu Kugy tidak tahu kalau Remi dan Keenan saling kenal.
Fragmen-fragmen ini terlalu ramai. Penonton hanya menyaksikan beragam fragmen tanpa ada kedalaman cerita dari setiap fragmen. Tak ada kedalaman artinya tak ada penghayatan. Sebetulnya benang merah film ini tetap tidak hilang, tetap dalam kerangka percintaan antara Keenan dan Kugy. Meski telah berputar-putar ke fragmen lain, fokus ceritanya akan kembali ke percintaan Keenan dan Kugy.
Kembalinya fragmen ke fokus cerita, setelah penonton diajak berputar-putar ke aneka fragmen, seperti tersadar dari shock yang panjang dan kembali ke realitas kehidupan. Ada kelelahan dari shock yang panjang, dan ada sedikit helaan nafas bahwa penonton kembali ke kehidupan yang riil. Meski nafas telah terhela, kelelahan akibat shock panjang itu tentu saja tak hilang begitu saja. Makanya, film ini, menurut saya, gagal membuat penonton merasa menikmati dan turut masuk ke dalam cerita.
Selain ramai fragmen, film ini juga penuh taburan bintang. Para pemeran utama dalam film ini sebetulnya termasuk pendatang baru. Seperti Maudy Ayunda yang menjadi Kugy, Adipati Dolken yang menjadi Keenan, Sylvia Fully (Noni) dan Fauzan Smith (Eko). Artis terkenal yang tampil adalah pemeran orang tua Keenan, Ira Wibowo dan Agus Melaz. Begitu juga dengan orang tua Wanda. Ibunya Wanda bahkan diperankan langsung oleh Dewi Lestari. Sayangnya ia tampil 2 syut saja.
Beberapa sosok lain yang sudah sangat familiar justru tampil di tengah bahkan di akhir cerita. Reza Rahadian misalnya. Pemeran utama dalam Perempuan Berkalung Sorban ini muncul di tengah cerita ketika ia ke Bali dan tertarik pada lukisan Keenan. Sebelumnya Reza tidak tampil sama sekali. Selanjutnya Reza berperan sebagai bos sekaligus pacar Kugy. Begitu juga dengan Titi DJ. Parahnya, Titi tampil ketika film hampir berakhir. Ia menjadi salah satu keluarga Kugy dalam tampil beberapa syut saja (kalau tidak salah malah sekali syut).
Bintang-bintang bertaburan ini bukannya menambah daya tarik film, tapi justru malah mengacaukan fokus. Bayangkan, ketika kita sedang asyik menikmati cerita, tiba-tiba kita dikagetkan oleh kehadiran Reza di tengah film. Kehadirannya yang tiba-tiba membuat menonton harus menguras energi untuk mengingat alur film dari awal, siapa sosok Reza ini. Kehadiran Titi DJ juga begitu. Perannya yang tidak penting dan hanya tampil dalam beberapa syut saja, setelah itu menghilang. Jika begini sebaiknya Titi DJ tidak usah ditampilkan saja. Seperti pelengkap, tapi membuat kacau rasa. Bagi saya, cerita lebih penting ketimbang bintang-bintangnya.
Satu hal yang saya menikmati betul dari film ini adalah sinematografinya. Dari awal film, kameramen membidik objek-objek dengan angle yang unik dan memikat. Misalnya ketika ia membidik Kugy yang sedang duduk di meja belajarnya. Ia tidak mebidik dari depan, melainkan dari samping, sekaligus membidik cermin di lemari pakaian Kugy. Efeknya sosok Kugy tidak tampil tunggal, melainkan ganda, Kugy yang riil dan Kugy dalam cermin. Komposisi gambarnya pun sesuai dengan the rule of third-nya fotografi dan nyaman ditonton. Banyak angle-angle unik semacam ini yang ditampilkan. Selain itu, film ini juga menampilkan eksotisme alam Indonesia. Bali dengan pantai dan budayanya, keindahan alam di sekitar lokasi sanggar anak, juga hijaunya pegunungan dilihat dari rumah Keenan.
Film yang diadaptasi dari novel, biasanya memang mengecewakan. Bagi saya itu sebetulnya wajar saja. Berbeda dengan novel, film memiliki ruang dan waktu yang terbatas. Biasanya sutradara kepingin memasukan semua isi novel ke dalam film. Namun keinginan itu justru membuat film jadi mengecewakan, terutama bagi pembaca yang sudah membaca novelnya. Meski belum membaca novelnya, tapi tetap saja saya kecewa. Semoga film-film selanjutnya yang diadaptasi dari novel tidak sebegini mengecewakan. Amin.
Thursday, August 23, 2012
Menyoal Aplikasi Komputer untuk Tuna Netra
Patutlah
tuna netra berbangga, sebab keterbatasan penglihatan kini bukan lagi halangan
untuk menikmati kecanggihan teknologi komputer.
Semuanya
berawal dari pertanyaan ibu. Suatu hari pada tahun 2008, Debi Praharadika
ditanyai sang Ibu, “Ada nggak ya komputer untuk kaum tuna netra?” Dalam kesehariannya
Ibu Debi memang selalu berinteraksi dengan tuna netra. Ia adalah pengajar di
SLB tuna grahita. Mendengar pertanyaan itu, muncullah niat Debi untuk menjawab
pertanyaan sekaligus harapan sang Ibu. Lantas mahasiswa DIII Teknik
Telekomunikasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) ITS ini mengajak
kawan karibnya Eko Wahyu Susilo untuk mengerjakan proyek sosial ini.
Akhirnya dari
tangan mereka berdua, terciptalah sebuah karya besar, yaitu Sistem Operasi Linux
untuk Tuna Netra. Karya ini menggunakan database suara yang terdiri dari
Natural Language Processing (NLP) dan
Digital Signal Processing (DSP). Cara
kerjanya mengkomunikasikan hasil ketikan keyboard Braille ke dalam format
suara. Dengan karya itu, kaum tuna netra di Indonesia dapat menggunakan
komputer. Tak tanggung-tanggung aplikasi ini dibuat bersifat open source.
Dengan begitu, tuna netra dapat mengunduh aplikasi ini secara gratis.
Sistem komputer
berbahasa Indonesia untuk tuna netra memang baru pertama kali lahir di tangan
Debi dan Eko. Namun sistem komputer untuk tuna netra sendiri sudah pernah ada,
hanya saja aplikasinya dalam bahasa inggris.
Awal pertama
kali teknologi ini muncul malah mengharuskan penggunanya membeli aplikasi
senilai US$1000. Namun kemudian mahasiswa Ilmu Komputer Universitas Brown
Jeffrey Bigham mengembangkan aplikasi sejenis dan dibagikan secara gratis.
Aplikasi berlabel WebAnywhere itu bias diunduh di http://webanywhere.cs.washington.edu.
Screen Reader: Sang Mesias bagi Tuna Netra
Inilah
teknologi yang menjadi mesias bagi para tuna netra. Screen Reader atau
Job Access With Speech (JAWS) adalah software
yang membantu penderita tuna netra agar bisa menggunakan komputer. Dengan alat
ini, para tuna netra akan lebih mudah menggunakan komputer tanpa perlu
tergantung pada orang lain. Teknologi ini juga yang membuat berbagai aplikasi sistem
komputer, termasuk sistem operasi Linux buatan Debi dan Eko, support untuk
tuna netra.
Aplikasi ini
ditemukan pertama kali pada 1989 oleh Ted Henter. Ted Henter menciptakan alat
ini untuk membantu dirinya yang kehilangan penglihatan saat kecelakaan pada
tahun 1978. Screen Reader kemudian
diproduksi secara massal oleh Freedom Scientific di St. Petersburg USA. Freedom
Scientific tak lain adalah perusahaan milik Ted Henter dan kawan-kawan
seperjuangannya.
Screen
Reader dilengkapi layar yang bisa melafalkan teks yang ditampilkan. Cara
kerjanya adalah dengan membaca tulisan yang ada pada layar. Misalkan kursor
digerakkan ke icon My Komputer, maka
akan terdengan bunyi “My Komputer”. Jika kursor bergerak ke arah Recycle Bin,
suara yang terdengan adalah “Recycle Bin”.
Dari Blog
Sampai Game
Setelah
ditemukannya Screen Reader, ada
banyak aplikasi komputer yang bisa dinikmati tuna netra. Coba saja tengok Blog
Ramaditya. Dilihat sekilas, blog ini tak jauh berbeda dengan personal blog pada
umumnya. Isinya berupa artikel dan catatan harian pemiliknya. Tapi siapa sangka
jika pemiliknya seorang tuna netra. Nama pemiliknya Raditya. Raditya sendiri
yang menggarap blog ini, mulai dari layout, scripting,
sampai posting artikel. Meski
pemiliknya tuna netra, blog ini tetap dilengkapi dengan gambar yang berkaitan
dengan isi tulisan.
Selain blog Ramaditya,
tersedia juga Kartunet (karya tuna netra). Situs yang beralamat di www.kartunet.com ini merupakan wadah
berkreasi bagi tuna netra yang gemar membuat puisi, cerita pendek atau esai.
Seperti halnya blog Ramaditya, Kartunet juga dikelola oleh para tuna netra.
Mereka adalah klien Yayasan Mitra Netra, sebuah lembaga nirlaba yang bergerak
dalam pendidikan dan pengembangan potensi tuna netra di indonesia.
Selain sistem
operasi Linux, tersedia juga Screen
Reader JAWS for Windows. Aplikasi yang bisa diakses lewat Screen Reader JAWS for Windows sama
seperti aplikasi windows pada umumnya. Sebut saja Notepad dan Windows Media
Player. Untuk aplikasi kantor, tuna netra dapat memilih Microsoft Office. Untuk
membaca dokumen PDF, telah tersedia Adobe Reader. Bagi tuna netra yang tertarik
bahasa pemrograman, ada berbagai software yang bisa digunakan seperti
MySQL, Visual Basic, atau Oracle.
Bagi tuna
netra yang gemar bermain game, coba
klik www.audiogames.com. Game ini bergenre audio-games, yaitu game yang dimainkan menggunakan pendengaran. Pada www.audiogames.com, berbagai audio-games bisa diunduh dan dimainkan.
Contohnya game kartu, monopoli dan game perang. Berbagai game menarik juga tersedia di www.darkgrimoire.com. Game online terkenal seperti Ragnarok Online,
Pangya dan Warcraft tersedia di situs ini.
Situs yang
cukup aksesibel di dunia untuk tuna netra adalah situs Blind Software.
Beralamat di www.blindsoftware.com,
situs yang dibuat oleh tuna netra bernama Justin Daubenmire ini menyediakan
berbagai aplikasi freeware yang
bersifat komersial. Berbagai aplikasi bisa diunduh di situs ini. Contohnya game, alarm digital, kalender, sampai
video.
Berbagai
aplikasi komputer memang telah banyak tersedia. Namun yang patut disayangkan
adalah, mereka tak benar-benar bias menggunakannya tanpa bantuan orang lain.
Sebab paling tidak, butuh orang dengan penglihatan yang baik untuk menginstal
berbagai aplikasi ini.
Dimuat di majalah Jogja Education edisi XV
tahun 2010
MEMBACA NASIB KOMIK INDONESIA
Meski tak segemilang
dulu, komik Indonesia mencoba bertahan dengan berbagai cara.
Bang Sahid dicekal
hansip! Konon ia perlu diamankan karena dicurigai sebagai teroris. “Kebangetan lu
pade, gue bukan teroris, kalau nuduh jangan ngasal!” dengan mata melotot, Bang
Sahid membela diri. Tapi apa mau dikata, hansip hanya menjalankan perintah,
“Pak RT yang bilang, Bang sahid ini bisa dicurigai!” bela salah satu hansip.
Pak RT pun muncul dan
mengatakan bukan seperti itu yang dikatakannya, “Saya bilang siapapun bisa
dicurigai, jangan diplintir doong…”, ujar Pak RT sambil menyilangkan jari
telunjuknya. Kali ini giliran hansip yang melotot tak terima, “Idiih… Pak RT gitu
sih! Orang kemaren Pak RT yang bilang begitu… pak RT sendiri yang suka
mlintir.” bela hansip. Sebelah tangannya berkacak pinggang.
Itulah cerita dalam
komik Lotif karya Beng Rahardian yang dimuat Koran Tempo setiap hari minggu. Sedikit
lucu namun sarat kritik social. Kali ini temanya Tukang Mlintir, menceritakan
seorang pejabat RT yang dengan seenaknya me”mlintir” ucapannya.
Selain Lotif,
komik-komik Indonesia yang bisa ditemui adalah Tekyan karya Yudi
Sulistya/M.Arief Budiman, Caroq karya Thoriq/Pe’ong, Panji Koming, Doyok, atau
Benny & Mice yang kerap mengisi halaman kompas edisi minggu. Meski
kuantitasnya tak sebanyak komik ala jepang, cerita bergambar karya komikus
Indonesia ini memberi warna cerah di tengah keterpurukan komik indonesia.
Dominasi Komik Impor
Masa kejayaan komik Indonesia berada pada era komik
bertemakan superhero dan tema-tema yang diadaptasi dari cerita pewayangan di
tahun 1950-1980an. Tema-tema superhero muncul akibat pengaruh komik amerika
dengan tokoh semacam Tarzan, Phantom atau Johnny Hazard yang kala itu kerap
menjadi suplemen di surat kabar lokal.
R.A Kosasih yang pertama kali membukukan komik perihal
cerita pahlawan wanita bernama Sri Asih. Selain
Sri Asih, karakter pahlawan super karya komikus Indonesia di antaranya adalah
Siti Gahara, Garuda Putih, atau Kapten Comet yang merupakan transformasi
karakter Superman dan Flash Gordon dengan selera local.
Tema-tema pewayangan mulai dilirik komikus Indonesia
ketika banyak muncul kritikan perihal adaptasi komik asing dalam komik
Indonesia. Lagi-lagi R.A Kosasih yang berjaya menyuguhkan epik Mahabharata
dalam bentuk cerita bergambar. Tak hanya di jawa, geliat komik dengan tema budaya
nasional marak juga di Sumatera. Komikus yang menyajikan cerita rakyat sumatera
yang pernah digemari tahun 1960 hingga 1970an itu di antaranya adalah Taguan
Hardjo, Djas dan Zam Nuldyn.
Perkomikan Indonesia kini memang tak secemerlang
masa kejayaannya. Komik-komik yang muncul dalam surat kabar atau majalah memang
kebanyakan karya komikus dalam negeri. Tapi komik dalam bentuk buku yang
merajai pasar Indonesia kini lebih banyak didominasi komik-komik impor,
terutama dari jepang dan amerika. Bahkan komik jepang punya style sendiri yang
disebut manga dan kini digemari banyak komikus muda Indonesia. Penerbit
Indonesia yang kerap menerbitkan manga adalah Elex Media Komputindo dan m&c
Comics.
Bambang Toko,
pengamat komik sekaligus dosen seni rupa ISI Yogyakarta, mengatakan penyebab
fenomena maraknya komik impor ini lebih karena masalah supply dan demand.
“Kalau penerbit menerbitkan komik pasti membicarakan industri dan untung-rugi.
Karena komik jepang laris di pasaran, maka akhirnya yang mereka produksi juga
komik semacam itu,” ujar Bambang. Selain itu, hak membeli edar komik jepang
lebih murah daripada komik amerika atau eropa, “Apalagi banyak penerbit
Indonesia yang bekerjasama langsung dengan penerbit jepang, contohnya Elex
Media Komputindo.” Maka tak heran bila komik Sinchan atau serial cantik lebih
mudah ditemui daripada Tintin atau Superman di pasaran.
Komik asli buatan komikus Indonesia tak banyak
ditemui di pasaran. Kalau pun ada, karakter komiknya banyak dipengaruhi style
manga. Beberapa situs yang memuat informasi seputar pembuatan manga semakin
banyak di internet seperti howtodrawmanga.com dan mangauniversity. Bahkan kebanyakan
komikus Indonesia beraliran ini memakai nama samaran yang bernuansa
kejepang-jepangan. Seperti Anthony Ann, Is Yuniarto atau Anzu Hizawa.
Komunitas Komik Indie: Idealisme VS Batu
Loncatan
Kesuksesan komikus indonesia di jajaran dunia
perkomikan, tak lepas dari peran komunitas komik yang membentuk mereka. Di
Yogyakarta, komunitas semacam ini banyak tumbuh dan berkembang. Sebut saja
Dagingtumbuh, Komikaze, ataupun Apotik Komik. Komunitas-komunitas ini dikenal
dengan label indie.
Awalnya mereka membuat komik sebagai media ekspresi.
Jumlahnya pun tak banyak karena pangsa pasarnya pun tak jelas. “Biasanya komik
macam ini diterbitkan dan disebarkan sendiri,” ujar Bambang.
Sekarang ini, komik indie tak hanya sebagai media
ekspresi, tapi juga banyak dijadikan sebagai batu loncatan. “Jadi lama kelamaan
arahnya pun sama dengan komik mainstream, stylenya macam itu juga,” jelas
Bambang. Dari komunitas semacam ini, muncul nama-nama komikus terkemuka seperti
Beng Rahardian dan Mail Sukribo.
Komunitas semacam ini pada akhirnya banyak yang lebih
berorientasi komersil. Sindu Pradana, pegiat komunitas Katana (komunitas tanpa
nama) mengatakan meski terbilang komunitasnya masih merintis, penghasilan dari
komik memang bisa menutupi biaya kuliah, bahkan mampu menghidupi mereka. Kini
komik karya Katana kerap tampil di majalah Ababil dan surat kabar Harian Jogja.
Sindu mengatakan kerisauannya perihal komik dalam
negeri yang kurang dihargai. Nawank, pegiat Katana juga, mengiyakan. Sambil
menunjuk selembar komik strip ukuran kertas A4, ia mengatakan di eropa komik
seukuran itu dihargai 300 dolar atua sekitar 3 juta rupiah. “Tapi kalau di
indonesia, dapat 100 ribu juga sudah bagus.”
Untuk inovasi, Sindu mengatakan sekarang komik bias
diaplikasikan ke banyak media seperti sepatu, baju, dll, “Asal medianya bisa
digambar,” katanya.
Untuk perkomikan
secara umum, Bambang menyarankan sebaiknya prinsip-prinsip industri dijalankan.
“Seperti komik doraemon itu. Ada filmnya, merchandisenya, sampai kaos dan iklan
juga ada,” katanya. Dengan cara seperti itu, diharapkan komik indonesia lebih banyak
dikenal.
Dimuat di Majalah Jogja Education edisi September-Oktober
2009
Ini jaman budaya virtual!
Tak usah heran bila melihat pelajar
sekarang tak banyak membawa buku ke sekolah. Sebab “buku” itu sudah mereka bawa,
bukan dalam bentuk kertas, tapi dalam wujud soft file tersimpan di flashdisk
atau laptop yang mereka unduh lewat e-learning.
Pergeseran
budaya dari tradisional menjadi modern mau tak mau memberikan tawaran menarik
terhadap sistem dan metode pembelajaran. Pergeseran budaya ini salah satunya ditandai
dengan semakin maraknya penggunaan peralatan elektronik berbasis IT (Information Technology) yang bisaa
disebut budaya virtual. E-learning atau pembelajaran virtual merupakan wujud
nyata produk budaya virtual itu.
E-learning
berasal dari dua kata, yaitu e atau elektronika dan learning atau pembelajaran.
Jadi E-learning berarti proses pembelajaran menggunakan jasa bantuan perangkat
elektronika semacam audio, video, maupun perangkat komputer. Meski terhitung relatif
baru, sudah banyak sekolah di Indonesia yang menggunakan teknologi pembelajaran
ini.
Ari Budiyanto, koordinator
lab. komputer SD Muhammadiyah Condong Catur mengatakan tujuan penggunaan E-learning
adalah demi efektifitas pembelajaran. “Untuk anak usia SD, bisaanya akan lebih
tertarik pada fasilitas-fasilitas seperti audio-visual, soft-edu, dan
sebagainya yang bersifat menarik dan interaktif. Jadi e-learning tak hanya
untuk mewarnai proses pembelajaran, tapi juga sebagai rekreasi pendidikan,” demikian
papar Ari.
Sependapat
dengan Ari, Irvan Andi Wiranata, Administrator jaringan komputer SMK
Muhammadiyah 3 Yogyakarta mengatakan pentingnya penggunaan e-learning untuk
proses pembelajaran. “SMK Muhammadiyah 3 kan
sudah menjadi Sekolah Berstandar Internasional (SBI), jadi salah satu kelebihan
proses pembelajarannya kami menggunakan e-learning,” terang Irvan. Apalagi
sekarang, tambah Irvan, SMK Muhammadiyah 3 dipercaya mengelola ICT (Information
and Comunication Technology) center Yogyakarta.
Belajar Kapan Saja, Di Mana Saja
Ada banyak situs
e-learning yang terpercaya menyediakan materi-materi pendidikan umum ataupun
permatapelajaran. Sebut saja Sekola Maya (sekolahmaya.com, sekolahmaya.net, dan
sekolahmaya.org) yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Luar
Sekolah dari Depdiknas. Situs ini menjadi situs percontohan yang diujicobakan
sebagai alternatif pembelajaran untuk paket A, paket B atau paket C.
Masyarakat
Yogyakarta memiliki portal Jogja Learning
Gateway (JLG) dan Jogja Virtual
School (JPS) bernama Jogjabelajar.org yang kini dikelola BTKP (Badan
Teknologi Komunikasi dan Pembelajaran). Para pendidik dari berbagai sekolah
memberikan kontribusi dengan memperkaya materi pembelajaran yang diupload di
situs ini.
Selain Sekola
Maya dan Jogjabelajar.org, ada banyak situs e-learning baik dari dalam maupun
dari luar negeri. Situs-situs yang banyak dikunjungi di antaranya adalah
ilmukomputer.com, e-edukasi.net, britishcounsil.org, ristek-encyclopedia.org,
maupun Wikipedia.org yang sudah diakui eksistensinya.
Siswa-siswi SD
Muhammadiyah Condong Catur maupun SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta sebetulnya tak
perlu banyak membuka situs semacam itu. Sekolah mereka telah menyediakan
sendiri e-learning untuk efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran.
“Namanya http://www.belajar.muganet.ac.id.
Sebetulnya konsepnya sudah 1 tahun lebih. Guru-guru membuat materi pembelajaran
dalam bentuk digital dan diupload ke e-learning,” tutur Irvan menceritakan
situs e-learning milik SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Sedang situs SD
Muhammadiyah Condong Catur beralamat di http://www/sdmuhcc.com.
Prosesnya guru
membuat lesson plan dan materi
pembelajaran dalam bentuk digital dan diupload ke e-learning sekolah. Selain
itu materi-materi lain yang dibutuhkan didownload dari banyak situs untuk
melengkapi materi yang ada. “Materi-materi tersebut dipilih dan disesuaikan
dulu dengan siswa SD. Materi yang layak, kita unduh dan dikelompokkan sesuai
bidang pelajaran,” ujar Ari.
Pada kegiatan
belajar mengajar, siswa mengakses langsung materi pembelajaran dari e-learning
sekolah. “Sebetulnya e-learning itu sebagai pusat sumber belajar dan virtual
school. Jadi e-learning untuk tempat belajar, latihan, dll,” tutur Irvan.
Sebagai bentuk dokumentasi, siswa bisa mengunduh materi-materi pembelajaran di
e-learning dan disimpan dalam flashdisk atau laptop. Selain itu siswa bisa
diberi tugas searching materi tertentu dengan menyisipkan sumbernya.
Selain materi
pembelajaran, ujian sekolah terkadang dilakukan lewat e-learning. Siswa mengisi
soal yang ada di e-learning, setelah selesai komputer langsung memproses dan nilai
langsung bisa tampil. “Hanya saja untuk ujian online waktunya dibatasi dan soal
dibuat secara acak, jadi antara siswa satu dengan yang lain soal yang diberikan
tidak sama,” Irvan menjelaskan. Cara ini tentu lebih efisien karena cepat dan bisa
dilakukan di mana saja.
Dalam
prakteknya, kerap ada perbedaan antara materi yang diunduh dari internet dan
materi sekolah. “Solusinya kita kolaborasikan saja. Karena kalau kerangka umum
sebetulnya sama, hanya kendala teknisnya saja yang berbeda,” ujar Ari.
Perbedaan itu, lanjut Ari, justru memperkaya metode pembelajaran.
Melengkapi Database Lewat E-Learning
Sekolah
Jika selama ini
perannya hanya sebatas penugasan dan interaksi dengan siswa dalam bentuk
pengumpulan tugas, adanya situs e-learning sekolah, memungkinkan sekolah
membangun dan melengkapi sendiri database yang diperlukan untuk dokumentasi
sekolah dan proses pembelajaran. “Setiap sekolah sebetulnya punya data
pembelajaran yang luar biasa banyak,” ujar Ari. Maka data-data itu dikumpulkan
dalam database yang terintegrasi untuk dikemas di e-learning sekolah.
Materi-materi
berupa bahan pembelajaran, film, puzzle, game edukasi, file presentasi, gambar,
atau majalah diupload ke e-learning untuk mempermudah siswa dan guru mencari
materi pembelajaran. “Segala data yang bisa didigitalkan diupload ke e-learning.
Ada sekitar 400an data,” terang Ari. Jika ada siswa atau guru yang perlu
informasi tertentu, mereka tinggal mensearchnya di e-learning. Jika materi
tersebut tidak ada, misalnya siswa butuh gambar transformer, gambar itu segera dicari
di internet dan ditambahkan ke galeri e-learning.
Siswa SD
Muhammadiyah Condong Catur memang diarahkan untuk online lewat situs sekolah
tersebut. Langkah ini diambil dengan tujuan memfilter informasi yang masuk, “karena
tak semua informasi di internet layak untuk anak seusia SD,” jelas Ari.
Selain guru,
siswa juga mengupload hasil kegiatan di intranet. Contohnya siswa membuat puisi
dengan tema kemerdekaan. Puisi itu dibuat dalam bentuk power point seindah
mungkin, hasilnya nanti diupload di internet. “Pengemasan hasil karya anak justru
akan menyuburkan e-learning itu sendiri. Kalau pengguna merasa memiliki, akan ada
interaksi,” tutur Ari.
Dimuat di majalah Jogja Education edisi
September-Oktober 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)