Tak usah heran bila melihat pelajar
sekarang tak banyak membawa buku ke sekolah. Sebab “buku” itu sudah mereka bawa,
bukan dalam bentuk kertas, tapi dalam wujud soft file tersimpan di flashdisk
atau laptop yang mereka unduh lewat e-learning.
Pergeseran
budaya dari tradisional menjadi modern mau tak mau memberikan tawaran menarik
terhadap sistem dan metode pembelajaran. Pergeseran budaya ini salah satunya ditandai
dengan semakin maraknya penggunaan peralatan elektronik berbasis IT (Information Technology) yang bisaa
disebut budaya virtual. E-learning atau pembelajaran virtual merupakan wujud
nyata produk budaya virtual itu.
E-learning
berasal dari dua kata, yaitu e atau elektronika dan learning atau pembelajaran.
Jadi E-learning berarti proses pembelajaran menggunakan jasa bantuan perangkat
elektronika semacam audio, video, maupun perangkat komputer. Meski terhitung relatif
baru, sudah banyak sekolah di Indonesia yang menggunakan teknologi pembelajaran
ini.
Ari Budiyanto, koordinator
lab. komputer SD Muhammadiyah Condong Catur mengatakan tujuan penggunaan E-learning
adalah demi efektifitas pembelajaran. “Untuk anak usia SD, bisaanya akan lebih
tertarik pada fasilitas-fasilitas seperti audio-visual, soft-edu, dan
sebagainya yang bersifat menarik dan interaktif. Jadi e-learning tak hanya
untuk mewarnai proses pembelajaran, tapi juga sebagai rekreasi pendidikan,” demikian
papar Ari.
Sependapat
dengan Ari, Irvan Andi Wiranata, Administrator jaringan komputer SMK
Muhammadiyah 3 Yogyakarta mengatakan pentingnya penggunaan e-learning untuk
proses pembelajaran. “SMK Muhammadiyah 3 kan
sudah menjadi Sekolah Berstandar Internasional (SBI), jadi salah satu kelebihan
proses pembelajarannya kami menggunakan e-learning,” terang Irvan. Apalagi
sekarang, tambah Irvan, SMK Muhammadiyah 3 dipercaya mengelola ICT (Information
and Comunication Technology) center Yogyakarta.
Belajar Kapan Saja, Di Mana Saja
Ada banyak situs
e-learning yang terpercaya menyediakan materi-materi pendidikan umum ataupun
permatapelajaran. Sebut saja Sekola Maya (sekolahmaya.com, sekolahmaya.net, dan
sekolahmaya.org) yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Luar
Sekolah dari Depdiknas. Situs ini menjadi situs percontohan yang diujicobakan
sebagai alternatif pembelajaran untuk paket A, paket B atau paket C.
Masyarakat
Yogyakarta memiliki portal Jogja Learning
Gateway (JLG) dan Jogja Virtual
School (JPS) bernama Jogjabelajar.org yang kini dikelola BTKP (Badan
Teknologi Komunikasi dan Pembelajaran). Para pendidik dari berbagai sekolah
memberikan kontribusi dengan memperkaya materi pembelajaran yang diupload di
situs ini.
Selain Sekola
Maya dan Jogjabelajar.org, ada banyak situs e-learning baik dari dalam maupun
dari luar negeri. Situs-situs yang banyak dikunjungi di antaranya adalah
ilmukomputer.com, e-edukasi.net, britishcounsil.org, ristek-encyclopedia.org,
maupun Wikipedia.org yang sudah diakui eksistensinya.
Siswa-siswi SD
Muhammadiyah Condong Catur maupun SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta sebetulnya tak
perlu banyak membuka situs semacam itu. Sekolah mereka telah menyediakan
sendiri e-learning untuk efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran.
“Namanya http://www.belajar.muganet.ac.id.
Sebetulnya konsepnya sudah 1 tahun lebih. Guru-guru membuat materi pembelajaran
dalam bentuk digital dan diupload ke e-learning,” tutur Irvan menceritakan
situs e-learning milik SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Sedang situs SD
Muhammadiyah Condong Catur beralamat di http://www/sdmuhcc.com.
Prosesnya guru
membuat lesson plan dan materi
pembelajaran dalam bentuk digital dan diupload ke e-learning sekolah. Selain
itu materi-materi lain yang dibutuhkan didownload dari banyak situs untuk
melengkapi materi yang ada. “Materi-materi tersebut dipilih dan disesuaikan
dulu dengan siswa SD. Materi yang layak, kita unduh dan dikelompokkan sesuai
bidang pelajaran,” ujar Ari.
Pada kegiatan
belajar mengajar, siswa mengakses langsung materi pembelajaran dari e-learning
sekolah. “Sebetulnya e-learning itu sebagai pusat sumber belajar dan virtual
school. Jadi e-learning untuk tempat belajar, latihan, dll,” tutur Irvan.
Sebagai bentuk dokumentasi, siswa bisa mengunduh materi-materi pembelajaran di
e-learning dan disimpan dalam flashdisk atau laptop. Selain itu siswa bisa
diberi tugas searching materi tertentu dengan menyisipkan sumbernya.
Selain materi
pembelajaran, ujian sekolah terkadang dilakukan lewat e-learning. Siswa mengisi
soal yang ada di e-learning, setelah selesai komputer langsung memproses dan nilai
langsung bisa tampil. “Hanya saja untuk ujian online waktunya dibatasi dan soal
dibuat secara acak, jadi antara siswa satu dengan yang lain soal yang diberikan
tidak sama,” Irvan menjelaskan. Cara ini tentu lebih efisien karena cepat dan bisa
dilakukan di mana saja.
Dalam
prakteknya, kerap ada perbedaan antara materi yang diunduh dari internet dan
materi sekolah. “Solusinya kita kolaborasikan saja. Karena kalau kerangka umum
sebetulnya sama, hanya kendala teknisnya saja yang berbeda,” ujar Ari.
Perbedaan itu, lanjut Ari, justru memperkaya metode pembelajaran.
Melengkapi Database Lewat E-Learning
Sekolah
Jika selama ini
perannya hanya sebatas penugasan dan interaksi dengan siswa dalam bentuk
pengumpulan tugas, adanya situs e-learning sekolah, memungkinkan sekolah
membangun dan melengkapi sendiri database yang diperlukan untuk dokumentasi
sekolah dan proses pembelajaran. “Setiap sekolah sebetulnya punya data
pembelajaran yang luar biasa banyak,” ujar Ari. Maka data-data itu dikumpulkan
dalam database yang terintegrasi untuk dikemas di e-learning sekolah.
Materi-materi
berupa bahan pembelajaran, film, puzzle, game edukasi, file presentasi, gambar,
atau majalah diupload ke e-learning untuk mempermudah siswa dan guru mencari
materi pembelajaran. “Segala data yang bisa didigitalkan diupload ke e-learning.
Ada sekitar 400an data,” terang Ari. Jika ada siswa atau guru yang perlu
informasi tertentu, mereka tinggal mensearchnya di e-learning. Jika materi
tersebut tidak ada, misalnya siswa butuh gambar transformer, gambar itu segera dicari
di internet dan ditambahkan ke galeri e-learning.
Siswa SD
Muhammadiyah Condong Catur memang diarahkan untuk online lewat situs sekolah
tersebut. Langkah ini diambil dengan tujuan memfilter informasi yang masuk, “karena
tak semua informasi di internet layak untuk anak seusia SD,” jelas Ari.
Selain guru,
siswa juga mengupload hasil kegiatan di intranet. Contohnya siswa membuat puisi
dengan tema kemerdekaan. Puisi itu dibuat dalam bentuk power point seindah
mungkin, hasilnya nanti diupload di internet. “Pengemasan hasil karya anak justru
akan menyuburkan e-learning itu sendiri. Kalau pengguna merasa memiliki, akan ada
interaksi,” tutur Ari.
Dimuat di majalah Jogja Education edisi
September-Oktober 2009
No comments:
Post a Comment