Wednesday, June 17, 2015

Perpisahan yang Diinginkan

Entah mengapa saya selalu merasa sore di bulan puasa menjelang berbuka sebagai sore yang ramai, tapi terasa lengang, dan penuh pengharapan. Momen menjelang tenggelamnya matahari seharusnya menjadi syahdu. Lanskap jingga di cakrawala, kemudian perlahan memudar berganti pekat. Seperti kisah dua anak manusia yang harus berhadapan dengan perpisahan. Mengharukan tapi penuh ketidakrelaan.

Lantas lanskap kesyahduan itu mendadak hilang dengan berbondong-bondongnya orang keluar dari persemayaman. Keluar dari rumah demi apa saja. Berburu makanan pembuka, menghabiskan waktu dan menunggu saat berbuka sambil menikmati senja. Rasa lengang muncul menjadi imaji ketika tubuh sempoyongan, energi yg terisi ketika sahur tengah melewati limit-limit penghabisan.

Seperti sore ini. Sejatinya puasa baru dimulai esok hari, tapi sore ini saya merasa seperti sore menunggu beduk bertalu. Jalan Pasar Minggu yang ramai tiap menjelang petang. Kelakuan manusia di ibukota yang tiap hari selalu serupa, pagi berangkat ke hilir dan sore kembali ke udik. Sore yang ramai, tapi terasa lengang dan penuh pengharapan.

Namun lengang tak selalu muram. Bahkan kelengangan kali ini tanpa kemuraman sama sekali. Hanya kosong. Seperti perpisahan yang seharusnya. Perpisahan yang bisa jadi mengharukan, tapi diinginkan. Perpisahan penuh pengharapan akan hal-hal lain.



Kalibata – Bundaran HI, 17 Juni 2015

No comments:

Post a Comment