Entah
mengapa saya selalu merasa sore di bulan puasa menjelang berbuka
sebagai sore yang ramai, tapi terasa lengang, dan penuh pengharapan.
Momen menjelang tenggelamnya matahari seharusnya menjadi syahdu.
Lanskap jingga di cakrawala, kemudian perlahan memudar berganti
pekat. Seperti kisah dua anak manusia yang harus berhadapan dengan
perpisahan. Mengharukan tapi penuh ketidakrelaan.
Lantas
lanskap kesyahduan itu mendadak hilang dengan berbondong-bondongnya
orang keluar dari persemayaman. Keluar dari rumah demi apa saja.
Berburu makanan pembuka, menghabiskan waktu dan menunggu saat berbuka
sambil menikmati senja. Rasa lengang muncul menjadi imaji ketika
tubuh sempoyongan, energi yg terisi ketika sahur tengah melewati
limit-limit penghabisan.
Seperti
sore ini. Sejatinya puasa baru dimulai esok hari, tapi sore ini saya
merasa seperti sore menunggu beduk bertalu. Jalan Pasar Minggu yang
ramai tiap menjelang petang. Kelakuan manusia di ibukota yang tiap
hari selalu serupa, pagi berangkat ke hilir dan sore kembali ke udik.
Sore yang ramai, tapi terasa lengang dan penuh pengharapan.
Namun
lengang tak selalu muram. Bahkan kelengangan kali ini tanpa kemuraman
sama sekali. Hanya kosong. Seperti perpisahan yang seharusnya.
Perpisahan yang bisa jadi mengharukan, tapi diinginkan. Perpisahan
penuh pengharapan akan hal-hal lain.
Kalibata
– Bundaran HI, 17 Juni 2015
No comments:
Post a Comment