-->
Jemari Allafta
Hirzi
Sodiq
dapat
memainkan
alat
musik
dengan
lihai,
seperti
tak
pernah
ada
keterbatasan
penglihatan.
Memiliki
suara
sopran
yang
merdu
dan
menyabet
beragam
prestasi.
Hayati Nupus
Photos by: Hayati Nupus |
JAKARTA (AA)
–
Di
ruang
musik
Sekolah
Luar
Biasa
(SLB)
Pembina,
Jakarta
Selatan,
Allafta
Hirzi
Sodiq,
10
tahun,
musisi
perempuan
penyandang
tunanetra
tengah
berlatih
memainkan
keyboard.
Jari-jarinya
menekan
tuts
organ
dengan
lihai,
seperti
tak
pernah
ada
keterbatasan
penglihatan.
Dia memainkan
lagi
lawas
berjudul
What
A
Wonderful
World.
Mulut
mungilnya
mengiringi
alunan
musik
itu
dengan
suara
merdu.
I
see
trees
of
green,
red
roses
too/I
see
them
bloom
for
me
and
you/And
I
think
to
myself
what
a
wonderful
world.
Jika dalam
versi
sebelumnya
lagu
milik
Louis
Armstrong
itu
bernada
dasar
F
mayor
yang
tinggi,
Zizi,
panggilan
akrab
Allafta
Hirzi
Sodiq,
mengaransemennya
menjadi
C
mayor,
menyesuaikan
dengan
nada
suaranya
yang
sopran.
“Saya paling
suka
mengaransemen
lagu,
jadi
senang
rasanya,”
ungkap
Zizi,
kepada
Anadolu
Agency,
di
Jakarta,
Jumat.
Meski menyandang
tunanetra
sejak
lahir,
Zizi
bisa
membuktikan
jika
dirinya
piawai
bermain
piano.
Sederet
prestasi
telah
diraihnya.
Di
antaranya
menyabet
piala
emas
dalam
Asia
Art
Festival
di
Yong
Siaw
Toh,
Singapura,
tahun
lalu,
menyingkirkan
ratusan
peserta
dari
13
negara
yang
tak
memiliki
keterbatasan
fisik
apapun.
Waktu
itu,
sebagai
pianis,
Zizi
mengaransemen
dan
menyanyikan
soundtrack
film
Pinocchio,
When
You
Wish
Upon
A
Star.
Selain itu,
Zizi
juga
meraih
Diamond
Award
dalam
Indonesia
National
Piano
Festival
2017
dan
juara
1
nasional
menyanyi
dalam
Festifal
dan
Lomba
Seni
Siswa
Nasional
(FL2SN)
Anak
Berkebutuhan
Khusus
2017.
Awal bulan
ini,
Zizi
mengikuti
seleksi
Asia’s
Got
Talent
di
Singapura.
Di
negeri
tetangga
itu,
Zizi
menggubah
lagu
Time
to
Say
Goodbye
milik
Andrea
Bocelli,
serta
You
All
The
Reason
milik
Calum
Scott.
Di sekolah,
putri
pasangan
Nur
Afifah
dan
Jafar
Sidiq
ini
juga
tampak
lincah
dan
banyak
bertanya.
Dia
paling
menyukai
Pelajaran
Matematika.
Untuk
pelajaran
satu
itu,
dia
memperoleh
nilai
100.
Prediksi
lahir
tanpa
nyawa
Afifah Nur
tak
pernah
menyangka
jika
putri
sulungnya
akan
lahir
tanpa
penglihatan.
Dia
mengalami
pendarahan
saat
usia
kehamilan
baru
menginjak
lima
bulan.
Mulanya dokter
di
rumah
sakit
memprediksi
bahwa
bayi
dalam
kandungan
Afifah
tak
akan
lahir
dengan
selamat.
Ajaibnya,
bayi
Zizi
masih
bernyawa,
lahir
dengan
bobot
900
gram
saja.
Menginjak usia
tujuh
bulan,
bayi
Zizi
mengalami
demam
tinggi.
Serangkaian
proses
pemeriksaan
di
rumah
sakit
menyimpulkan
bahwa
Zizi
terkena
Retinopathy
of
prematurity
(ROP)
stadium
5,
penyakit
mata
yang
menimpa
bayi
prematur
dengan
usia
kehamilan
kurang
dari
31
pekan.
Pada
stadium
itu,
retina
mata
bayi
terlepas
total,
Zizi
mengalami
kebutaan.
Tak
hanya
itu,
belakangan
dokter
menyimpulkan
Zizi
juga
mengalami
autisme
sekunder.
Afifah depresi,
tak
dapat
menerima
kondisi
yang
menimpa
anaknya.
Begitu
juga
suaminya.
Selama
tiga
tahun
Afifah
mendekam
diri
dalam
rumah,
menutup
diri
dari
lingkungan
sekitar.
“Rasanya saya
ingin
mati
saja,”
kenang
Afifah,
sambil
meneteskan
air
mata.
Pintu hati
Afifah
mulai
terketuk
tiga
tahun
kemudian,
setelah
membaca
buku
Aku
Terlahir
500
gram
dan
Buta
karya
Miyuki
Inoe.
Buku
ini
berisi
pengalaman
nyata
Miyuki
Inoe,
tunanetra
asal
Jepang
yang
lahir
prematur
dan
tak
menyerah
begitu
saja
dengan
kondisi
yang
menimpanya.
Berkat
kerja
kerasnya,
meski
tanpa
penglihatan,
Inoe
kemudian
pandai
bermain
sepeda
dan
menjadi
penulis
cerita
dengan
berbagai
penghargaan.
Sejak itu,
Afifah
mulai
membuka
diri.
Dia
banyak
membaca
berbagai
referensi
soal
bagaimana
mengembangkan
potensi
anak
tunanetra.
Informasi dari
internet
menyebutkan
jika
potensi
anak
tunanetra
dapat
dikembangkan
lewat
musik.
Afifah
memancing
potensi
Zizi
dengan
meletakkan
berbagai
alat
musik
di
rumah
dalam
kondisi
menyala.
Piano,
organ,
gitar,
angklung,
pianika,
bahkan
gamelan.
Benar saja, anak pertama dari dua bersaudara ini tertarik, terutama pada piano. Sejak usia 3 tahun itu, Zizi belajar musik secara autodidak.
Benar saja, anak pertama dari dua bersaudara ini tertarik, terutama pada piano. Sejak usia 3 tahun itu, Zizi belajar musik secara autodidak.
Zizi pertama
kali
mengikuti
kompetisi
musik
pada
usia
5
tahun,
di
Taman
Buah
Mekarsari,
Bogor,
Jawa
Barat.
Saat
itu
dia
menyanyikan
lagu
anak
berjudul
Pepaya
Mangga
Pisang
Jambu.
Pada kompetisi
itu
Zizi
tak
menyabet
juara
apapun,
tapi
berhasil
mengenalkan
namanya
sebagai
pianis
tunanetra
kepada
masyarakat
luas.
Barulah pada
usia
7
tahun,
Zizi
berguru
musik
pada
pianis
handal
Elise
Widirastri,
alumnus
Konyklyk
Muziek
Konservatori
Den
Haag,
Belanda.
Sejak
itu,
keahlian
Zizi
dalam
bermusik
kian
meningkat,
hingga
sekarang.
Multitalenta
penghafal
Alquran
Zizi tergolong
anak
yang
memiliki
banyak
talenta.
Selain
jago
mengaransemen
lagu
dan
memiliki
suara
merdu,
Zizi
yang
bercita-cita
ingin
menjadi
pianis
handal
tunanetra
seperti
Ade
Irawan
ini
juga
penghafal
beberapa
surat
dalam
Alquran,
sekaligus
pandai
mendongeng.
Saban hari,
seusai
shalat
Magrib,
Zizi
melantunkan
ayat
suci
Alquran
sambil
sesekali
menghafalnya.
Surat-surat
yang
dia
hafal
acak
saja.
Hafalan
yang
pertama
kali
dia
kuasai
adalah
ayat
kursi.
Kali
lain
dia
mencoba
menghafal
surat
apa
saja
yang
dia
suka,
kadang
surat
pendek,
kadang
beberapa
ayat
dalam
Al-Baqarah.
Selain itu,
saban
malam
Jumat,
Zizi
melantunkan
Surat
Yasin
dan
berdoa
untuk
keluarga
sekaligus
teman-temannya
yang
sudah
meninggal.
Di bidang
dongeng,
Zizi
baru
saja
meraih
juara
1
Lomba
Literasi
tingkat
Provinsi
DKI
Jakarta.
Waktu
itu
Zizi
mendongeng
soal
Hikayat
Danau
Toba.
Jika
tak
ada
kendala,
Zizi
akan
mengikuti
lomba
serupa
tingkat
nasional
beberapa
bulan
mendatang.
Di bidang
musik,
Zizi
masih
menyimpan
mimpi
untuk
dapat
berduet
dengan
Adele,
penyanyi
kenamaan
Inggris.
Dia
sudah
berencana,
jika
mimpi
satu
itu
terwujud,
Zizi
akan
menyanyikan
lagu
Make
You
Feel
My
love
bersama
Adele.
Untuk
mewujudkan
mimpinya
itu,
Zizi
terus
mengasah
bakatnya
bermain
piano.
Kepala Sekolah
SLB
Pembina
Triyanto
Murjoko
mengaku
bangga
dengan
prestasi
yang
telah
diraih
anak
didiknya.
Sejak
awal,
bakat
Zizi
memang
sudah
tampak,
tinggal
mengembangkannya
saja.
Prestasi ini,
kata
Triyanto,
perlu
terus
dikembangkan.
Sekaligus
menjadi
motivasi
penyandang
disabilitas
lain
untuk
terus
berprestasi.
“Setiap anak
penyandang
disabilitas
memiliki
bakat.
Kalau
dikembangkan,
prestasi
akan
datang
beriringan,”
ujar
Triyanto.
Dapat dibaca juga di: https://www.aa.com.tr/id/pg/Galeri%20Foto/musisi-tunanetra-cilik-pengukir-pretasi/146
No comments:
Post a Comment