Solidaritas Perempuan (SP)
bersama dengan Institute Criminal Justice Reform (ICJR) akan kembali mengajukan
permohonan uji materi sejumlah pasal dalam Qanun Jinayat atau Peraturan Daerah
(Perda) Provinsi Aceh No. 6 tahun 2014 tentang Hukum Pidana.
Pengajuan kembali uji materi
ini dilakukan setelah berkas pengajuan yang masuk ke Mahkamah Agung pada 23
Oktober 2015 lalu tak membuahkan hasil karena terdapat satu dari 10 perangkat
hukum yang menjadi pijakan tengah diuji juga di Mahkamah Konstitusi.
“Jawaban MA putusan tak bisa
diterima atau Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) karena pertimbangan dianggap
tidak substantif,” ujar Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional SP Nisaa
Yura pada Rabu.
Justru dengan pengajuan uji
materi kemarin ditolak karena tidak masuk substansi, kata Direktur Eksekutif
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo, artinya masih
terdapat peluang besar untuk mendaftarkan kembali dan memenangkan proses ini.
“Masih ada ruang besar untuk
menguji pasal dalam qanun ini,” kata dia.
Dampak ke masyarakat Aceh
atas implementasi qanun ini, kata Supriyadi, begitu kuat. Umumnya masyarakat
menganggap Qanun Jinayat turunan kitab suci, sehingga pihak yang menolak akan
dikafirkan.
“Masyarakat yang sadar
diskriminasi qanun ini tak berani mengambil sikap karena ketakutan akan dicap
kafir, mereka perlu kita kuatkan,” kata dia.
Seiring advokasi uji materi,
kata Nisaa, pihaknya juga akan lebih banyak berkampanye dan berdialog mengenai
muatan Qanun Jinayat dengan berbagai pihak seperti media, tokoh sipil dan
jaringan LSM.
“Ini bukan cuma masalah Aceh,
tapi masalah nasional karena terjadi pelanggaran HAM dan hak asasi perempuan,”
kata dia.
Selama ini audiensi dengan pemerintah
telah dilakukan, di antaranya dengan Kantor Staf Kepresidenan, Kementerian
Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri yang memiliki kewenangan untuk
meninjau muatan Perda.
“Sejauh ini belum ada langkah
nyata, sepertinya pemerintah pusat sangat berhati-hati terkait isu Aceh,” kata
dia.
Nisaa menambahkan bahwa media
lokal tak terlalu berani memuat isu dampak buruk Qanun Jinayat karena adanya
tekanan dari pihak tertentu. Sementara antusiasme media nasional untuk memuat
berita ini begitu minim.
“Makanya kasus ini lebih
banyak diliput media internasional, ke depan kita perlu lebih banyak melibatkan
media nasional,” kata dia.
No comments:
Post a Comment