Monday, October 16, 2017

Pegiat Sosial akan Ajukan Kembali Uji Materi Qanun Jinayat

Solidaritas Perempuan (SP) bersama dengan Institute Criminal Justice Reform (ICJR) akan kembali mengajukan permohonan uji materi sejumlah pasal dalam Qanun Jinayat atau Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Aceh No. 6 tahun 2014 tentang Hukum Pidana.
Pengajuan kembali uji materi ini dilakukan setelah berkas pengajuan yang masuk ke Mahkamah Agung pada 23 Oktober 2015 lalu tak membuahkan hasil karena terdapat satu dari 10 perangkat hukum yang menjadi pijakan tengah diuji juga di Mahkamah Konstitusi.
“Jawaban MA putusan tak bisa diterima atau Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) karena pertimbangan dianggap tidak substantif,” ujar Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional SP Nisaa Yura pada Rabu.
Justru dengan pengajuan uji materi kemarin ditolak karena tidak masuk substansi, kata Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo, artinya masih terdapat peluang besar untuk mendaftarkan kembali dan memenangkan proses ini.
“Masih ada ruang besar untuk menguji pasal dalam qanun ini,” kata dia.
Dampak ke masyarakat Aceh atas implementasi qanun ini, kata Supriyadi, begitu kuat. Umumnya masyarakat menganggap Qanun Jinayat turunan kitab suci, sehingga pihak yang menolak akan dikafirkan. 
“Masyarakat yang sadar diskriminasi qanun ini tak berani mengambil sikap karena ketakutan akan dicap kafir, mereka perlu kita kuatkan,” kata dia.
Seiring advokasi uji materi, kata Nisaa, pihaknya juga akan lebih banyak berkampanye dan berdialog mengenai muatan Qanun Jinayat dengan berbagai pihak seperti media, tokoh sipil dan jaringan LSM. 
“Ini bukan cuma masalah Aceh, tapi masalah nasional karena terjadi pelanggaran HAM dan hak asasi perempuan,” kata dia.
Selama ini audiensi dengan pemerintah telah dilakukan, di antaranya dengan Kantor Staf Kepresidenan, Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri yang memiliki kewenangan untuk meninjau muatan Perda.
“Sejauh ini belum ada langkah nyata, sepertinya pemerintah pusat sangat berhati-hati terkait isu Aceh,” kata dia.
Nisaa menambahkan bahwa media lokal tak terlalu berani memuat isu dampak buruk Qanun Jinayat karena adanya tekanan dari pihak tertentu. Sementara antusiasme media nasional untuk memuat berita ini begitu minim.
“Makanya kasus ini lebih banyak diliput media internasional, ke depan kita perlu lebih banyak melibatkan media nasional,” kata dia.
-->

-->

No comments:

Post a Comment