Siapa tak kenal manga, sushi, karate, maupun origami. Berbagai budaya Jepang itu rupanya banyak disukai di Indonesia. Potensi inilah yang dibidik Khozali. Melalui makanan takoyaki, ia berhasil meraup omset Rp150juta tiap bulannya.
Tina dan Lita, mahasiswa Yogyakarta begitu menyukai takoyaki. Mereka kerap membeli takoyaki di Outlet Tuanmuda di Jl. Kaliurang. Keduanya sama-sama menyukai takoyaki jenis Sakori yang berisi cumi-cumi. Selain rasanya yang lezat, Sakori juga berisi lebih banyak takoyaki daripada jenis takoyaki lainnya.
Takoyaki berbentuk bulat seperti telur. Makanan berbahan dasar tepung, mentega dan telur ini menjadi nikmat dengan isian daging serta taburan tuna kering, mayonaise dan saus tomat di atasnya. Kenikmatan inilah yang membuat makanan asal jepang ini disukai masyarakat Yogyakarta. Tak heran bila Ali, panggilan Khozali pemilik outlet takoyaki berlabel Tuanmuda ini mampu meraup banyak rupiah.
Ali merintis Tuanmuda pada akhir semester kuliahnya di Jurusan Advertising Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Ide itu berawal dari kegiatannya mengikuti kursus bahasa jepang di salah satu lembaga kursus. Di tempat kursus itu, selain diajarkan tata bahasa dan aneka percakapan sehari-hari, Ali juga diharuskan mempelajari budaya Jepang, termasuk makanannya. Seorang guru native yang mengajarkannya memasak mengajak Ali untuk bekerja sama membuat bisnis takoyaki. Gurunya berpendapat takoyaki cocok untuk lidah orang indonesia, karena bukan berasal dari daging mentah seperti sushi. Apalagi waktu itu belum ada outlet makanan yang menjual takoyaki.
Waktu itu tahun 2008. Ali menerima tawaran itu. Gurunya menyiapkan peralatan dan aneka menu, sedangkan Ali mengerjakan marketing and kitchen dengan aneka atraksinya. Dengan label Takoyakiku, Ali dan gurunya keluar masuk event untuk mempromosikan takoyaki.
Kebersamaan itu hanya bertahan 1,5 tahun. Ali dan gurunya memilih berpisah karena berbeda pemahaman.
Ali membuka kembali outlet takoyaki pada 9 September 2009. Ia mengeluarkan modal Rp150ribu saja untuk menyewa tempat di Jl Piere Tendean Wirobrajan. Kali ini ia memakai label Takoyaki untuk outlet barunya. Namun label itu dikomplain pengusaha takoyaki asal Bandung, karena merasa telah meregister nama Takoyaki untuk labelnya. “Jadilah saya yang mengalah,” ujar Ali yang lahir 26 Mei 1982 ini.
Akhirnya Ali mengganti nama outletnya dengan nama Tuanmuda. Nama itu merupakan pelesetan dari tua dan muda, seperti harapan Ali agar takoyakinya disukai berbagai masyarakat, baik tua maupun muda yang berjiwa muda. “Di balik nama kan ada doa,” ungkap laki-laki asal Palembang ini.
Tuanmuda menyajikan aneka menu takoyaki seperti Sakori yang berisi cumi-cumi, Nakoru yang berisi kornet sapi, Unacheese yang berisi dan bertabur keju, juga Saramon yang berisi daging ikan salmon. Aneka rasa itu dibuat agar takoyaki disukai oleh baramuda, sebutan untuk penggemar takoyaki Tuanmuda. Baramuda cukup mengeluarkan Rp10ribu saja untuk bisa memperoleh seporsi takoyaki berisi 4 atau 5 butir yang nikmat.
Untuk perkembangan menu, kini Tuanmuda menyajikan menu lain seperti okonomiyaki dengan varian O’Kumi, O’Bifu, O’Kobi, O’Salamu yang masing-masing berharga Rp15ribu per porsi. Tuanmuda juga menyajikan Sushi dan Onigiri yang dijual seharga Rp25ribu untuk 5 pcs Sushi dan Rp25 ribu untuk 3 pcs Onigiri. Dari harga itu, Tuanmuda memperoleh laba sekitar 40-50% dri modal.
Kini Tuanmuda telah memiliki 5 outlet di Yogyakarta dan 2 outlet lain di Jambi dan Solo. Di Yogyakarta, selain di Wirobrajan, Tuanmuda juga memiliki outlet di Jl. Urip Sumoharjo, Jl. Kaliurang, Jl. Seturan dan Jl. Palagan Tentara Pelajar. Sejumlah outlet itu dikelola oleh 20 SDM.
Dari outlet di Yogyakarta saja, Ali bisa memperoleh Rp 120juta perbulan. Sedangkan dari outlet di Solo dan Jambi ia memperoleh Rp30 juta. Sehingga dari seluruh outlet, Ali bisa meraup Rp150juta per bulan.