Monday, September 18, 2017

Indonesia akan partisipasi aktif COP-1 merkuri

Indonesia akan partisipasi aktif COP-1 merkuri
Setelah UU Konvensi Minamat diundangkan, Indonesia bisa langsung merativikasi konvensi
Hayati Nupus
JAKARTA
Indonesia akan berperan aktif pada Conference of the Parties (COP) ke-1 mengenai merkuri. Konferensi ini akan diselenggarakan 24-29 September mendatang di Jenewa, Swiss dan akan dihadiri sekitar 1.000 peserta dari 120 negara.
Seperti yang dikatakan Plt Dirjen pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Karliansyah, DPR telah mengesahkan RUU tentang Pengesahan Konvensi Minamata Mengenai Merkuri Rabu lalu, dan saat ini pihaknya tengah menunggu RUU tersebut diundangkan.
“Setelah diundangkan, Kementerian Luar Negeri akan melakukan penyerahan berkas kepada Sekjen PBB agar Indonesia tercatat sebagai anggota yang sah dalam Konvensi Minamata,” ujarnya, Kamis, di Jakarta.
Dengan ratifikasi ini, tambah Karliansyah, Indonesia memiliki hak memberikan suara, baik di tingkat regional maupun internasional.
Konvensi ini berdasarkan kasus limbah merkuri perusahaan pupuk Chisso Chemical Corporation yang mencemari Teluk Minamata, Jepang, pada 1950 dan mengakibatkan ratusan ribu penduduk menderita gangguan kesehatan.
Sebanyak 128 negara telah meneken konvensi ini di Kumamoto, Jepang, 10 Oktober 2013 lalu, termasuk Indonesia. Namun konvensi baru berlaku setelah minimal 50 negara merativikasi.
“Ratifikasi konvensi ini penting. Setiap warga negara Indonesia berhak mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, sesuai amanat konstitusi,” ujar Karliansyah.
Staf Ahli Menteri LHK Bidang Evaluasi Kebijakan Kerja sama Luar Negeri Arief Yuwono mengatakan Konvensi Minamata mulai berlaku sejak 16 Agustus 2017, atau 90 hari setelah 50 negara anggota meratifikasi pada 18 Mei 2017 lalu.
“Indonesia akan menjadi negara ke-76 yang meratifikasi Konvensi Minamata,” ujarnya.
Di Indonesia, pencemaran merkuri sebagian besar terjadi pada pertambangan emas skala kecil (PESK). Saat ini terdapat 850 kawasan PESK yang tersebar di 197 kota/kabupaten di 32 provinsi, dengan jumlah penambang lebih dari 250 ribu orang.
Direktur Pengelolaan B3 KLHK Yun Insiani mengatakan pihaknya telah memiliki sejumlah rencana aksi pasca rativikasi nanti. Yaitu penyempurnaan Peraturan Pemerintah nomor 74/2001 tentang Pengelolaan B3, termasuk tata niaga merkurinya.
“Tata niaga harus segera diatur, supaya peredaran merkuri ilegal bisa kita hentikan,” katanya, kepada Anadolu Agency Jumat.
KLHK juga akan memperbaiki tata kelola hutan karena banyak tambang rakyat di hutan lindung dan daerah konservasi, sekaligus membuat pilot project untuk mendampingi penambang dengan teknologi ramah lingkungan. 
Sementara Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan pengesahan RUU dan keterlibatan aktif Indonesia dalam COP bisa  menjadi peluang baik dalam memperbaiki mekanisme dumping limbah ke laut.
“Harusnya malah dari dulu, karena masih ada pola pikir buruk tentang laut sebagai tempat sampah besar bagi limbah-limbah perusahaan atau rumah tangga,” ujar Susan, Jumat, kepada Anadolu Agency.
Kebijakan ini, kata Susan, akan berdampak baik karena berpotensi menghapus tradisi membuang sampah ke laut dan perbaikan ekosistem pesisir. 
Meski begitu, kata Susan,”Dampak ini baru bisa dirasakan kalau kebijakan ini benar-benar diimplementasikan.”
Indonesia, kata Susan, belum memiliki data perusahaan mana saja yang telah melakukan pembuangan limbah ke laut.
Susan melihat perlunya sinergi semua aktor yang memiliki peran strategis dalam dumping limbah. Misalnya KLHK, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Badan Keamanan Laut, juga melibatkan masyarakat. 
“Masyarakat memiliki mekanisme kontrol dan monitoring atas lautnya sendiri,” kata Susan.

No comments:

Post a Comment