Sederet perempuan
bergabung dengan Daesh atas ajakan suaminya. Beberapa di antaranya bahkan rela
menjadi pengantin bom bunuh diri.
Berbalut
burqa hitam yang menutupi seluruh tubuhnya, Ika Puspitasari alias Salsabila
Taslimah, 35 tahun, melangkah yakin ketika masuk ruang sidang Pengadilan
Jakarta Timur, Rabu. Agenda sidang hari ini pemeriksaan saksi terkait rencana
peledakan bom bunuh diri di Pekalongan, Jawa Barat.
Ika
adalah terdakwa calon pengantin bom bunuh diri itu. Warga Dusun Tegalsari,
Purworjeo, ini terseret gerakan terorisme al-Dawla
al-Islamiya al-Iraq al-Sham (Daesh) lewat ajakan Zainal, suaminya.
Zainal
merupakan tersangka teroris asal Sulawesi. Ia merencanakan aksi bunuh diri pada
malam pergantian tahun 2016. Sebelum aksi terlaksana, ia dicokok Densus 88
Antiteror di Tasikmalaya, Jawa Barat, 19 Desember 2015.
Satu
jejaring dengan Ika, Dian Yulia Novi juga terbelit Daesh karena ajakan
suaminya, Muhammad Nur Sholihin (MNS). Dalam pengakuannya, MNC bahkan sengaja
menikahi Dian untuk menjadikannya sebagai pengantin bom bunuh diri.
MNS
adalah petinggi Azam Dakwah Centre (ADC) yang menjadi otak intelektual dari
sejumlah kasus terror. Di antaranya pengantin bom bunuh diri Dian dan terror
bom molotov Candi Resto, Solo Baru, 3 Desember 2016 lalu, dengan terdakwa
pelaku kuartet Sumarno, Wawan, Imam Syafii, dan Sunarto.
Sebelum
melancarkan aksi bunuh diri di istana, Dian dan suaminya ditangkap Densus 88
Antiteror pada 10 Desember 2016
lalu di Bekasi. Esoknya, Densus 88 Antiteror menangkap Wawan di Klaten, Jawa
Tengah. Berdasarkan keterangan Wawan, Densus kemudian menangkap Sumarno, Syafii
dan Sunarto.
Di
jejaring lainnya, terdapat Jumiatun Muslim alias Atun alias Bunga alias Umi Delima.
Ia istri Santoso, pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Keterlibatan
perempuan dalam gerakan terorisme, ujar pegiat kekerasan terhadap perempuan Riri
Khariroh, bukan hal baru. Sejak puluhan tahun lalu ada banyak perempuan
terlibat dalam jaringan terorisme. Tak hanya berperan sebagai pendukung
penyedia logistic, tapi sekaligus menjadi kombatan teror.
“Di
Palestina, Checnya, Irlandia, Amerika Serikat, itu sudah lama terjadi,”
ujarnya, Rabu, kepada Anadolu Agency.
Di
Indonesia, fenomena perempuan pelaku bom bunuh diri, terlebih keterlibatan itu
atas peran suami, adalah hal baru. Peran perempuan sebagai pendidik, perekrut
yang mereproduksi ideologi, penyandang dana sudah terjadi sejak lama. Kasus
Ika, Dian, dan Umi Delima membuka banyak pihak yang bergerak dalam isu
radikalisme bahwa ternyata perempuan Indonesia sudah berperan sebagai pelaku.
“Terjadi pergeseran. Tidak cukup perempuan berperan sebagai supporter, tapi
sudah ikut andil jadi frontliner, jadi kombatan,” ujarnya.
Riri
memetakan 4 faktor terjadinya fenomena ini. Pertama, kultur patriarki pada
kelompok radikal menuntut perempuan untuk taat apapun perintah suami. Kedua,
perkembangan media social mempermudah perempuan untuk mengakses informasi
radikal dan berkomunikasi langsung dengan jaringan Daesh di mana pun.
Ketiga,
adanya perasaan terancam atas budaya barat yang merusak generasi Islam. Lantas
muncul kesadaran perempuan untuk tak hanya melakukan upaya yang dianggap minor
seperti melahirkan generasi teroris baru, mendidik dan menopang mereka, namun
beralih menjadi pelaku utama yang melakukan hal mayor seperti menjadi pengantin
bom bunuh diri.
Keempat,
jaringan terror memanfaatkan kerentanan perempuan dalam masyarakat patriarki
sebagai strategi. Mereka menggunakan perempuan sebagai alat untuk menyusup ke
kandang musuh.
Terakhir,
berbeda dengan Al Qaida yang melarang perempaun terlibat bom bunuh diri, Daesh
justru menganjurkan itu. Banyaknya pasukan laki-laki yang mati akibat perang
menyebabkan mereka berpropaganda merekrut perempuan sebagai pelaku aksi.
Oleh
karena itu, Riri mellihat pentingnya pelibatan perempuan dalam upaya
penanggulangan terorisme.
“Selama
ini terorisme dianggap maskulin, seolah-olah hanya isu laki-laki. Pelibatan
perempuan dalam upaya preventif mencegah terorisme menjadi penting,” ujarnya.
*bisa juga dilihat di http://aa.com.tr/id/headline-hari/tersesat-terorisme-lantaran-suami/885724
-->
No comments:
Post a Comment